BIMATA.ID, Jakarta- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengkritisi adanya pengurangan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2022, utamanya pada kluster perlindungan sosial.
Jumlah anggaran perlindungan sosial sebelumnya Rp 286,64 triliun menjadi Rp 154,8 triliun di 2022. Menurutnya pengurangan anggaran tersebut tidak sejalan dengan misi pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran di 2022 ini.
“Padahal kita tahu bahwa tahun depan di saat yang bersamaan pemerintah menargetkan pengurangan atau berkurangnya tingkat kemiskinan dan pengangguran di tahun ini,” kata Yusuf.
Yusuf juga mengatakan, dengan berkurangnya anggaran PEN untuk perlindungan sosial, maka bantuan yang tadinya di 2021 dianggarkan untuk kelompok masyarakat rentan dan hampir miskin sudah tidak disalurkan dalam jumlah yang lebih besar lagi dibandingkan anggaran di 2022 ini.
Menurutnya, tahun ini adalah masa transisi pemulihan ekonomi, sehingga sangat rentan dan akan menekan daya beli masyarakat utamanya pada kategori penduduk miskin. Potensi daya beli yang tertekan pun akan sangat terbuka karena inflasi di tahun ini dapat berpotensi lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
“Jika pendapatan kelompok masyarakat menengah kenaikan lebih rendah dibandingkan kenaikan inflasi maka tentu akan menekan daya beli mereka. Di sinilah sebenarnya peran bantuan pemerintah,” jelas Yusuf.
(ZBP)