BIMATA.ID, Jakarta- Pemerintah akan memberi sanksi berupa denda administratif bagi penyelenggara perjalanan ibadah haji khusus (PIHK) dan penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang merugikan jemaah. Misalnya, penyelenggara membatalkan keberangkatan jemaah untuk haji atau umrah secara sepihak.
Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama M. Noer Alya Fitra mengatakan rencana sanksi ini merupakan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beleid tersebut ingin memberikan perlindungan kepada jemaah dalam pelaksanaan kegiatan usaha haji dan umrah.
“Betul. Ini memberikan kesempatan kegiatan usaha seluas-luasnya, namun tetap memperhatikan hak jemaah dengan memperketat pengawasan kegiatan usaha,” ungkap Nafit, sapaan akrabnya, Selasa (16/11).
Nafit menjelaskan saat ini pemerintah sudah membuat usulan rancangan sanksi bagi setiap jenis pelanggaran yang merugikan jemaah. Begitu pula dengan besaran denda untuk masing-masing pelanggaran.
Namun, ia belum bisa memberikan gambarannya. Sebab, rancangan ini masih perlu mendapat masukan dari para pelaku usaha. Sementara untuk target penetapan aturan diharapkan selesai secepat mungkin.
“Untuk timeline kami tidak memberikan waktu secara rinci, namun karena amanah dari UU Cipta Kerja dan memberikan kejelasan regulasi, maka diupayakan dapat cepat terealisir,” jelasnya.
Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo turut membenarkan soal rencana pengenaan denda tersebut. Rencananya, denda akan berbentuk kewajiban pembayaran dari PPIK dan PPIU ke negara dalam bentuk PNBP.
Denda tersebut juga dapat berupa pemberian dana kompensasi dari penyelenggara ke jemaah. Tapi, ia masih enggan mengelaborasi berapa besaran dan seperti apa ketentuan pengenaannya.
“Mungkin dua, duanya (dalam bentuk PNBP dan kompensasi ke jemaah). Iya sedang dibahas, namun masih sangat prematur,” pungkasnya.
(ZBP)