BIMATA.ID, Jakarta- CEO dan Founder Independent Research Advisory Indonesia (IRAI), Lin Cha Wei menjabarkan sejumlah faktor yang menyebabkan industri gula Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan produsen lain. Mayoritas masalah datang dari sisi on farm. Permasalahan tersebut mencakup produktivitas dan rendemen yang rendah, serta rasio area penanaman dan kapasitas giling yang tidak seimbang.
“Indonesia punya gap yang lebar dalam hal pertumbuhan produksi dan produktivitas gula dibandingkan dengan negara lain. Kita lihat beberapa negara seperti Thailand, Brasil, dan Australia bisa terus meningkatkan kapasitas produksi,” katanya, Kamis (25/11/2021).
Menurut data, rata-rata kenaikan produksi gula Indonesia hanya sebesar 2,4 persen dalam kurun 1960 sampai 2015. Di sisi lain, Brasil mencatatkan pertumbuhan sekitar 4 persen dan Thailand sebesar 7 persen.
Sejumlah faktor yang memicu rendahnya produksi Indonesia, kata Lin Cha Wei, mencakup kualitas bibit yang rendah, praktik pertanian tradisional, dan perkebunan tebu yang tersebar milik petani kecil.
“Di sisi off farm pemicu produktivitas yang rendah adalah mesin berusia tua yang minim penanganan, serta operasional dan manajemen transportasi yang terbatas. Padahal ini bisa mengadopsi digitalsasi sebagai solusi,” ujarnya.
Dengan luas area mencapai 485.000 hektare (ha), rendemen gula Indonesia juga hanya berkisar 7,4 persen. Sementara di Brasil mencapai 15 persen dan Thailand 11 persen.
(ZBP)