BIMATA.ID, Jakarta – Sampai saat ini legalisasi ganja masih menjadi isu yang menarik untuk dibahas. Pasalnya, tidak sedikit negara-negara yang sudah melegalkan tanaman ini dan tidak sedikit pula negara yang hanya melegalkan untuk kepentingan medis saja seperti di Eropa.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mengemukakan, dari hasil penelitian ganja di Indonesia memiliki kandungan tetrahydrocannabinol (THC) yang tinggi, yakni mencapai 18%. Sedangkan kandungan cannabidiol (CBD) rendah, yakni 1%. Kandungan CBD tidak memiliki efek memabukkan, namun justru punya banyak manfaat bagi kesehatan.
“Kandungan ganja ada dua zat, yakni THC dan satu lagi CBD. Hasil penelitian yang berguna untuk pengobatan itu adalah CBD-nya, bukan THC-nya,” ujar Koordinator Staf Ahli BNN, Komjen Pol (Purn) Ahwil Lutan, dalam kegiatan webinar bertajuk ‘Kebijakan Negara Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkoba’ yang diselenggarakan Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kamis (18/11/2021).
Komjen Pol (Purn) Ahwil memaparkan, ganja di Indonesia memiliki kandungan THC besar, yakni 18%.
“Ganja yang dijadikan obat ternyata pohon ganja yang sudah direkayasa genetic, sehingga kandungan THC-nya hanya 1%. Dan kandungan yang meningkat CBD-nya,” paparnya.
Kandungan CBD, sambung Komjen Pol (Purn) Ahwil, memang bisa dijadikan sejenis obat untuk penenang dan lain-lain. Dia menyampaikan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) memiliki balai penelitian tanaman obat di Tawangmangu, Jawa Tengah (Jateng).
Seandainya, bisa merekayasa tanaman ganja sehingga THC tidak 18%, bisa lebih rendah dan CBD bisa ditingkatkan, akan membantu dalam perkembangan dunia medis di Indonesia.
Meski begitu, Indonesia masih memberlakukan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam aturan itu, ganja merupakan narkotika golongan I yang dilarang penggunaannya oleh Pemerintah RI.
“Jadi, ganja itu masih masuk Narkotika golongan I,” tutur Komjen Pol (Purn) Ahwil.
Hadir juga sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut, yaitu Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Krisno Siregar, Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, dr Kusman Suriakusumah, dan Dosen Magister Hukum UKI, Dr Mompang L Panggabean.
[MBN]