Bimata

Stablecoin, Uang Crypto Anti Naik-Turun

BIMATA.ID, Jakarta- Pergerakan uang kripto terkenal ekstrem, volatil, dan fluktuatif. Hari ini rugi, besok bisa untung. Namun, ada satu jenis kripto yang dirancang untuk menjadi kebalikannya, yakni stablecoin.

Sesuai namanya, harga stablecoin dirancang lebih stabil sehingga pada hari Anda membelinya hingga membelanjakan atau memperdagangkannya, harganya tidak akan jauh berbeda seperti kripto lainnya, sebut saja bitcoin.

Stablecoin tak seperti kripto lainnya karena nilainya dipatok ke mata uang konvensional, seperti dolar AS atau emas. Saat ini, banyak stablecoin dipatok dengan dolar AS. Ini berarti, investor membeli stablecoin bukan untuk mendapatkan keuntungan. Melainkan sebagai tempat untuk menyimpan uang dalam infrastruktur cryptocurrency dan untuk digunakan saat akan membeli atau menjual aset kripto lainnya.

Stablecoin juga dapat digunakan untuk jenis pertukaran keuangan lainnya, seperti pinjam meminjam atau mengirim uang atau pembayaran ke luar negeri. Pengiriman uang dengan stablecoin diklaim lebih cepat dan lancar dibanding opsi yang ada saat ini.

Stephen McKeon, Profesor Keuangan di University of Oregon dan mitra dana investasi yang fokus pada kripto, menyebut bahwa stablecoin adalah media pertukaran. Jumlah stablecoin yang tersedia tumbuh pesat dalam satu tahun belakangan ini. Pada 20 Oktober 2021, menurut data dari The Block, pasokan gabungan stablecoin dari 10 penerbit terbesar adalah US$127,8 miliar.

Selaku penyedia peneliti dan analisis kripto, The Block menuturkan bahwa simpanan stablecoin naik dari hanya US$21,6 miliar pada tahun lalu.

Pasokan dari emiten terbesar, Tether, melonjak dari US$16,3 miliar menjadi US$72,6 miliar. Di samping itu, penerbit kedua terbesar, Circle, mencatat pasokan stablecoin meningkat lebih dari 1.000 persen, yakni dari US$2,8 miliar menjadi US$32,4 miliar.

Kripto anti naik-turun ini pertama kali dibuat pada 2014 lalu. Menurut McKeon, stablecoin hadir untuk memfasilitasi transaksi dalam sistem kripto yang pada saat itu bank enggan memberikan rekening kepada perusahaan kripto.

“Padahal, setiap orang, termasuk penambang bitcoin dan bursa jual beli bitcoin, membutuhkan cara untuk menggunakan dolar AS tanpa harus menggunakan sistem perbankan,” ujarnya.

Seperti saudara-saudara kripto lainnya, stablecoin juga belum memiliki kerangka hukum dalam mengatur pertumbuhan bisnisnya. Namun, karena aset yang dipatoknya berkiblat pada dolar AS atau emas, pemerintah negara bagian telah berbuat banyak untuk menertibkan bisnis berbasis stablecoin.

Misalnya, Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka AS (CFTC) menegaskan bahwa selama hampir empat tahun, Tether tidak sepenuhnya mendukung stablecoin-nya dengan dolar AS, yang dikhawatirkan tidak memiliki cukup dolar AS untuk membayar kembali setiap investor yang berpotensi mencairkan kripto mereka.

(zbp)

Exit mobile version