BeritaHukumPolitik

Romo Syafi’i Kritisi Proses Kasus Penembakan 6 Laskar FPI

BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Romo Muhammad Syafi’i, mengkritisi jalannya proses penegakkan hukum terkait kasus penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Pasalnya, investigasi yang selama ini dilakukan oleh pihak kepolisian tidak berjalan objektif.

Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini menyampaikan, berdasarkan informasi yang didapatkan dari pihak FPI maupun dari hasil rekonstruksi pihak kepolisian, jelas menunjukkan bahwa diperlukan investigasi yang lebih akurat. Perlu menghadirkan pihak-pihak yang objektif tak hanya dari pihak kepolisian saja.

“Saya anggap (investigasi yang dilakukan) kurang akurat. Misalnya begini, biasanya memang yang lakukan rekonstruksi polisi. Tapi kan yang dihadirkan tersangka, kemudian saksi, kemudian korban kalau masih hidup. Rekonstruksi yang dilakukan oleh pihak kepolisian ini tanpa tersangka, tanpa saksi, dan tanpa korban karena sudah meninggal. Terus kita bertanya ini rekonstruksi apa,” ujar Romo Syafi’i, dalam akun YouTube Refly Harun, Rabu (27/10/2021).

Ia menjelaskan, jika tidak menghadirkan saksi, tersangka, maupun korban, maka hasil rekonstruksinya tidak dapat dikatakan akurat. Romo Syafi’I juga membeberkan, adanya beberapa informasi yang berbeda-beda dari Polisi tentang peristiwa di KM 50 Tol Cikampek tersebut.

“Kalau kita mengandalkan informasi dari pihak kepolisian saja hari ini, semuanya hampir bisa dibilang lucu-lucu. Pertama, katanya ada tembak-menembak, yang kedua ditembak, terus dibawa ke mobil, kemudian terjadi perebutan senjata, terus muatannya berapa orang, kemudian katanya itu senjata milik korban, belakangan katanya itu direbut dari polisi. Jadi macam-macam kalau dalam bahasa Medan itu lucu-lucuan,” paparnya.

Dalam kasus itu, tambah Romo Syafi’i, mestinya Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) bisa hadir dan menginisiasi dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Namun dalam beberapa pernyataannya, Presiden Jokowi seakan tak merestui dibentuknya TGPF.

“Presiden sebagai pemegang tapuk tertinggi pemerintahan harus menginisiasi dibuka dengan terang benderang dan itu hanya bisa dilakukan dengan membentuk tim gabungan pencari fakta dan itu sudah kita suarakan dan gak cuman kita menurut saya semua pihak,” sambung Legislator daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara (Sumut) I ini.

Namun, menurut alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (UNSU) ini, Presiden Jokowi seakan tak menyetujui dibuat TGPF tersebut.

“Berita presiden lewat statement-nya, dia mengatakan ada Komnas HAM, intinya dia mengatakan itu tidak direstui untuk membentuk tim investigasi pencari fakta itu, padahal kemungkinan itu kan sangat besar kalau kita ingin peristiwa ini benar-benar terang benderang,” tutur Romo Syafi’i.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close