OpiniPolitik

Mengikhtiarkan Pernyataan Gus Irfan Menjadi Kenyataan

Penulis: Ti Kama

BIMATA.ID, Jakarta – Belakangan isu Prabowo Subianto siap maju dalam ajang Pilpres 2024 mendatang kian ramai diperbincangkan. Di sela-sela isu yang bertebaran itu pula ada banyak pandangan masyarakat tentang sosok yang paling ikhlas menurut Gus Dur ini.

Terlepas dari itu semua, saya secara pribadi sedang membayangkan bagaimana jika apa yang disampaikan oleh Gus Irfan sang Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, benar-benar terjadi : “Gerindra serius, dan lagi-lagi saya mengutip ucapan Gus Dur, beliau mengatakan Pak Prabowo jadi presiden saat tua. InsyaAllah 2024, usia 73 (jadi presiden)”, demikian ucapnya usai istigasah ulang tahun Prabowo di Surabaya (sumber: detik.com).

Pernyataan Gus Irfan tentu saja mengandung nilai tersendiri. Itu bukan hanya sekadar pernyataan yang dibuat-buat untuk menaikkan elektabilitas seorang Prabowo di wilayah Jawa Timur. Apalagi hanya serta merta mendulang gundukan keberuntungan yang bernilai politis di mata masyarakat Jawa Timur. Bukan itu.

Sebaliknya, pernyataan Gus Irfan justru memberi ruang permenungan tersendiri bagi kita soal ucapan mendiang Gus Dur.

Sejauh yang saya ingat, Gus Dur hanya sekali menyebut nama Prabowo, itu pun dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun televisi beberapa tahun yang lalu semasa Gus Dur masih ada. “Orang yang paling ikhlas di negara ini, ya Prabowo!”

Pernyataan Gus Dur itu memang ada benarnya. Berikut sederet nama tokoh nasional seperti Alm. KH. Maimun Zubair yang pada waktu itu juga turut memberikan pernyataan yang sama.

Terlepas pernyataan yang diberikan bernilai politis, saya kira itu keluar dari lubuk hati yang paling dalam dari masing-masing tokoh tersebut.

Lalu saya mulai membayangkan. Apa iya Gus Dur pernah mengucapkan hal yang sama seperti apa yang diucapkan oleh Gus Irfan di atas? Jika iya, kapan itu terjadi? Kenapa hal sedemikian itu tidak di-publish dan disorot media? Mengapa hanya ketika Gus Irfan menjadi salah satu pimpinan di Partai Gerindra pernyataan seorang Gus Dur itu baru didengungkan? Mengapa tidak dari jauh-jauh hari ketika Pak Prabowo masih berusia jauh lebih muda dari usianya sekarang? Sederet pertanyaan ini menggiring saya pada sebuah dialog imajiner antara Gus Dur, Prabowo dan Gus Irfan.

Begini, pada tahun 1999 ketika Gus Dur melakukan kunjungannya ke Yordania, ia didampingi oleh salah satu santrinya, Gus Irfan (anggap saja Gus Irfan adalah stafnya pada waktu itu)

Setibanya di Istana Raja Yordania, Gus Dur tidak langsung mengadakan pertemuan formal seperti pada umunya seorang presiden yang melakukan kunjungan kerjanya ke negara luar.

Kunjungan Gus Dur pada saat itu justru hanya sekadar ingin menyicipi nasi kabuli khas Istana Raja Yordania. Tentu saja para pelayan Istana sibuk minta ampun menyiapkan jamuan kepada Presiden Republik Indonesia itu.

Di sela-sela menunggu sajian nasi kabuli khas Istana Yordania, Gus Dur mendapat informasi dari kepala protokol Istana bahwa ada seseorang yang ingin menemuinya. “Ini orang Indonesia, Gus.” Jelas kepala protokol saat itu kepada Gus Dur. Tak lama kemudian, Gus Dur mengiyakan.

Sebagai seorang presiden tentu saja bertemu dengan rakyatnya sendiri adalah hal yang sangat didambakan Gus Dur. “Suruh dia masuk, saja.” Pinta Gus Dur saat itu.

Sederet kemudian kepala protokol Istana itu kembali dengan seseorang di sampingnya. Orang itu adalah Prabowo Subianto yang kebetulan mengetahui kedatangan Gus Dur di Yordania.

“Ada apa? Kenapa tidak menemui saya saja di Indonesia?” tanya Gus Dur saat itu kepada Prabowo.

“Karena saya ada di sini, di Yordania, Gus.” Jawab Prabowo yang berusaha meringankan suasana agar tidak tegang dan canggung saat ia berhadapan dengan Presiden Republik Indonesia itu. Gus Dur tersenyum.

“Jadi ada apa?” tanya Gus Dur lagi.

“Orang tua saya sedang sakit, dan saya adalah anak laki-laki tertua. Saya ndak tahu berapa lama lagi Pak Mitro.” Jelas Prabowo saat itu. Gus Dur diam sejenak.

Lalu ia memanggil santrinya yang ikut dalam kunjungan tersebut. Gus Irfan.

“Fan, kamu kenal orang ini?”

Ndak, Gus.” Jawab Gus Irfan dengan takzim.

“Ini Prabowo Subianto, anak dari Pak Sumitro Djojohadikusumo.” Jelas Gus Dur lagi

Njeh, Gus.” Masih dengan penuh takzim.

“Prabowo mau pulang ke Indonesia. Besok, segera sampean urusi segala keperluan administrasi terkait kepulangannya ke Indonesia.” Perintah Gus Dur saat itu.

Ngapunten, Gus. Tapi..,” sebelum Gus Irfan melanjutkan pernyataannya, Gus Dur langsung menyanggah.

Ora usah tapi-tapian, Fan. Ini perintah Yai mu. Orang ini (Prabowo) kelak akan jadi Presiden di negaramu. Catat baik-baik itu, Fan.”

Mendengar percakapan kedua orang itu, Prabowo yang sedari tadi mendengar penuh takzim mulai tersenyum. Tidak ada lagi suasana tegang di ruangan Istana Raja Yordania. Sementara Gus Irfan sibuk dengan pulpen dan buku catatannya.

Sampean ngapain, Fan?” tanya Gus Dur tiba-tiba.

“Nyatat, Gus!” Tegas dan mantap.

Terlepas dari dialog imajiner di atas, apa yang disampaikan oleh Gus Irfan selepas acara istigasah itu, semacam memberikan spirit dan kekuatan baru bagi segenap kader dan simpatisan untuk berusaha menjadikan Prabowo Subianto sebagai presiden.

Lebih dari itu dampak yang ditimbulkan atas pernyataannya tidak lain sebagai upaya memupuk kembali keyakinan kita bersama kelak menjadikan Prabowo Subianto sebagai pemimpin di negeri ini  adalah ikhtiar yang wajib kita tunaikan.

Lauhul fatihah, Gus..

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close