BIMATA.ID, Gowa – Pemkab Gowa tengah mengupayakan peningkatan Pendatan Asli Daerah dari berbagai sumber untuk mempercepat pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Rencana ini dituangkan dalam tiga rancangan peraturan daerah (ranperda) yakni, Ranperda tentang Zona Nilai Tanah (ZNT), Rencana Induk Pembangunan Pariwisata 2021 -2035, dan Perubahan Atas Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Selain ketiga ranperda tersebut, Ranperda tentang Perubahan Kedua Atas Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah juga ditetapkan dalam rapat paripurna tersebut.
Ketiga ranperda ini diserahkan Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan dalam rapat paripurna DPRD, Jumat (1/10/2021).
“Esensi penyerahan ranperda kali ini bertujuan untuk menambah objek retribusi di beberapa sektor agar terjadi peningkatan PAD di Kabupaten Gowa,” kata Adnan dalam rapat paripurna.
“Kami mengharapkan nantinya ada masukan dan penyempurnaan baik dari segi redaksional maupun muatan teknis. Karena, ranperda ini juga telah memiliki naskah akademik yang juga kami serahkan bersamaan,” lanjutnya.
Adnan menjelaskan, bahwa pajak pariwisata, pemukiman, dan minerba adalah sektor yang besar untuk sumber PAD. Karena, hasil pendapatannya dapat langsung masuk ke daerah.
“Dengan adanya ranperda ini, nantinya diharapkan dapat membangun dan mendorong sektor pariwisata agar lebih kreatif lagi. Sedangkan Ranperda ZNT nantinya akan menjadi dasar untuk menetapkan standar umum dalam transaksi jual beli tanah,” katanya.
Adnan juga menjelaskan tentang tujuan dari Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, yakni, optimalisasi retribusi untuk penambahan PAD.
“Pengurangan anggaran dari pusat dan provinsi sebagai imbas dari penurunan ekonomi akibat pandemi membuat pemerintah kabupaten berusaha mencari potensi sumber – sumber PAD. Diharapkan setelah penetapannya, ranperda ini dapat menjadi katalisator percepatan pemulihan ekonomi pascapandemi,” imbuhnya.
Dia berharap, agar ke depannya setiap peraturan daerah terkait retribusi tidak lagi memuat angka-angka, tetapi lebih kepada standar peraturannya. Hal ini dimaksudkan agar jika terjadi penyesuaian, perubahannya dapat lebih fleksibel.
“Jadi, jika suatu saat terjadi dinamika di masyarakat dan butuh penyesuaian, cukup peraturan bupati yang diubah bukan perda. Karena peraturan bupati sifatnya lebih fleksibel,” pungkasnya.
(HW)