BIMATA.ID, Jakarta- Presiden Jokowi memberikan beberapa arahan kepada Menteri BUMN Erick Thohir. Salah satu arahannya adalah, untuk tidak memanjakan BUMN yang sakit dengan penyertaan modal negara (PMN).
Dirinya mengklaim sudah sejak 7 tahun lalu telah menginstruksikan untuk menggabungkan, mengkonsolidasikan, dan mereorganisasi BUMN yang dinilai saat itu sudah sangat terlalu banyak.
“Ada 108 (BUMN), sekarang sudah turun menjadi 41. Ini sebuah pondasi yang sangat baik dan diklasterkan itu juga baik. Yang paling penting ke depan yang kita bangun adalah nilai-nilai, core value,” jelasnya di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Sabtu (16/10/2021).
Tak hanya itu, berikut ini sejumlah kekesalan Jokowi terhadap pengelolaan BUMN.
1.Sindir BUMN Pangan
Jokowi mengatakan ketahanan pangan penting di tengah terjadinya perubahan iklim, sehingga jika terjadi krisis pangan terjadi Indonesia bisa mengambil kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Namun dia kesal dengan BUMN pangan RI. Indonesia memiliki tanah yang luas tapi perencanaan di perusahaan BUMN soal hal ini masih belum maksimal.
“Sudah diprediksi ada terjadi krisis pangan. Ini kesempatan kita karena punya tanah luas, tapi yang merancang ya jangan yang kecil-kecil lah. BUMN hanya buat kecil-kecilan. Udah buat kecil-kecil gak jadi lagi. Buat yang gede sekali, berpartner,” tambahnya.
Dia menceritakan tujuh tahun lalu datang ke Merauke, memiliki hamparan daratan yang melimpah. Jika digabung wilayah Merauke, Mappi, dan Boven Digoel itu ada 4,2 juta hektar lahan datar.
“Namun kalau kita sendiri pertama butuh modal besar, kedua butuh teknologi. Kita gak punya kemampuan kesana makanya cari partner. Itu baru satu lokasi, belum lokasi lainnya yang memungkinkan membuat food estate, entah beras, jagung, singkong, dan lain-lain. tapi ya itu orientasinya jangan proyek saja. Dihitung lalu dikalkulasi,” katanya.
Jokowi mengatakan saat ini pemerintah sudah membuka pintu untuk mendatangkan partner baru untuk industri pangan. Namun belum direspons baik oleh perusahaan.
“Saya sering malu udah buka-bukan pintu, tapi gak ada respon ke sana. Itu investasi memang ribuan triliun, tapi kalau mau gede kita harus berpikiran gede,” katanya.
2. ‘Disuntik’ APBN Melulu
Jokowi menegaskan dia tidak ingin BUMN Indonesia manja. Ketika ada persoalan keuangan perusahaan langsung minta suntikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Suntikan tersebut diberikan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Nilainya juga tidak sedikit, sampai triliunan setiap tahunnya.
“Kalau yang lalu-lalu, BUMN-BUMN terlalu keseringan kita proteksi, sakit tambahi PMN, sakit suntik PMN. Maaf, terlalu enak sekali. dan akhirnya itu yang mengurangi nilai-nilai yang tadi saya sampaikan,” ujar Jokowi.
BUMN , kata Jokowi harus berani menghadapi kompetisi dengan perusahaan swasta dalam dan luar negeri. Sehingga bisa memberikan kontribusi besar buat negara. Bukan malah selalu meminta pertolongan negara.
“Berkompetisi gak berani, bersaing gak berani, mengambil risiko gak berani, bagaimana profesionalisme itu tidak dijalankan. Jadi tidak ada yang namanya proteksi-proteksi,” ujar Jokowi lagi.
Jokowi memerintahkan kepada Erick agar BUMN bisa secepatnya untuk bisa bersaing di dunia internasional.
“Sudah Pak Menteri [Erick Thohir], lupakan yang namanya proteksi-proteksi itu. Yang mau kita bawa BUMN ini go global, bersaing di internasional. Ya mulai harus menata, adaptasi pada model bisnisnya, teknologinya. Yang penting ini,” kata Presiden Jokowi.
3. Sembrono Garap Proyek
BUMN sering merugi hingga akhirnya meminta uang dari negara melalui PMN.
“Jadi sekali lagi, tadi udah disampaikan pak menteri (Erick Thohir). Berani berkompetisi, tolong dihitung karena apapun BUMN ini perusahaan negara, sosial impactnya dihitung juga. Dan yang paling penting, review terus keenomiannya, berhitung, kalkulasi. Sehingga kita tau pertumbuhan ke depan itu seperti apa,” lanjutnya.
Jokowi mengaku sudah terlalu sering memberikan proteksi, yakni ketika sakit ditambahi PMN. Namun, ke depan ia menyebut proteksi seperti itu tidak ada lagi.
“Jangan sampai lagi karena urusan penugasan pemerintah, saya bisa memberikan penugasan, nih penugasan bangun jalan tol. Tapi ya dihitung dong, ada kalkulasinya. Dan diberitahu, ini IRR internal recovery returnnya sekian, kami membutuhkan suntikan dari APBN sekian,” sebutnya.
BUMN harus mengkalkulasi proyek mana yang menjadi prioritas hingga layak untuk digarap. Jika tidak, maka tidak perlu memaksakan.
“Jangan pas dapat penugasan rebutan, tidak ada kalkulasi karena penugasan, kemudian ngambil pinjaman jangka pendek, padahal infrastruktur itu untuk jangka panjang. Udah gak ketemu. Itu tugas saudara-saudara untuk ngitung kalau ada penugasan, kalau gak logis, dibuat logis tapi dengan kalkulasi. Ini yang kultur yang dulu-dulu tinggalkan. Karena sekarang transformasi bisnis, adaptasi teknologi sudah menjadi keharusan, tidak bisa tidak,” ujarnya.
(ZBP)