BeritaEkonomiNasionalUmum

Ekonom: Peningkatan PPN Berisiko Memicu Inflasi

BIMATA.ID, Jakarta- Peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada tahun 2022 dinilai akan sangat berisiko terhadap pemulihan ekonomi, terutama akan dirasakan oleh masyarakat baik kelas menengah maupun kelas bawah.

“Jika ada kenaikan PPN, maka akan ada kenaikan harga dan ini memicu inflasi. Sementara, belum tentu daya beli masyarakat akan langsung pulih di 2022,” jelas Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima, Rabu (06/10/2021).

Dengan adanya peningkatan PPN tersebut, maka masyarakat hanya akan memiliki dua opsi, yaitu mengurangi belanja dan banyak berhemat atau mencoba mencari alternatif barang yang lebih murah.

Melihat kejadian tersebut Bhima meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan peningkatan tarif PPN. Apalagi, pada tahun 2025 pemerintah berencana kembali meningkatkan tarif PPN menjadi 12%.

“Dengan demikian, sebaiknya dicabut saja kenaikan tarif PPN sebelum Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan oleh DPR,” ujarnya.

Dia juga melihat di banyak negara selama pandemi dan masa pemulihan, malah melakukan penurunan tarif PPN sebagai stimulus terhadap perekonomian.

“Untuk kejar rasio pajak, masih banyak cara lain yang lebih adil dan tidak kontra terhadap upaya pemulihan daya beli kelas menengah dan bawah,” tandasnya.

 

(ZBP)

Tags

Related Articles

Bimata
Close