BIMATA.ID, Jakarta – Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi menyebut, Presiden Republik Indonesia (RI) pertama, Sukarno, merupakan umat Islam yang paling berhasil meneladani politik Nabi Muhammad SAW.
Yudian memuji kepemimpinan Bung Karno sebagai proklamator Indonesia.
“Dulu pernah saya sampaikan di Haul 51 Bung Karno di Bamusi. Poin yang sangat penting di sini apa, Bung Karno itu adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan Rasulullah, Nabi Muhammad fathu Makkah itu revolusi pertama tidak berdarah dalam sejarah,” katanya, dalam kegiatan Peringatan 61 Tahun Pidato Bung Karno di Sidang PBB, yang ditayangkan di akun YouTube Bamusi TV, Jumat (01/10/2021).
“Bung Karno memimpin bangsa Indonesia ini, proklamasi tidak berdarah. Yang kedua, mewujudkan teori politik majemuk atau plural, Piagam Madinah menjadi ‘Pancasila’,” sambung Yudian.
Dirinya menilai, apa yang dilakukan Bung Karno merupakan prestasi tingkat dunia. Salah satu buktinya, kemampuan Bung Karno dalam mempersatukan bangsa Indonesia.
“Ini peristiwa sekali lagi tidak pernah terjadi di dalam sejarah, kecuali di tangan Bung Karno, Bung Hatta, dan bangsa Indonesia. Itulah saya katakan, Bung Karno ini adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan, revolusi tidak berdarah, terus mewujudkan piagam Madinah itu,” tegasnya.
Yudian lantas membandingkan Bung Karno dengan sejumlah pemimpin di negara lain. Bagi dirinya, kepemimpinan Bung Karno jauh lebih baik karena mampu mempersatukan penguasa-penguasa lokal di Nusantara.
“Kita boleh banding dengan yang lain, tadi mohon maaf misalnya Pak nyebut Gamal Abdul Nasser. Gamal Abdul Nasser itu cuma melawan negara sendiri Pak, bahkan Amerika sekali pun cuman lawan induknya, Rusia sekalipun hanya melawan induknya Soviet Union. Coba dilihat itu, ini bukan sejarah abad 20, sejarah dunia yang saya maksud. Belum pernah ada dalam waktu yang hanya 59 detik bisa membebaskan dan mempersatukan 54 negara,” ujarnya.
“Di sini salah satu keunikan, penguasa-penguasa Indonesia hari itu yang sering disebut lokal, maksudnya raja-raja, sultan-sultan yang begitu mudah dan ikhlasnya menyerahkan kekuasaan mereka dengan segala konsekuensi konstitusionalnya kepada sebuah negara yang baru sekadar nama, hari itu namanya Republik Indonesia. Tanpa kepiawaian Sukarno khususnya, saya kira seperti yang dikatakan Pak Muhadjir tadi mungkin nasib bangsa ini sangat lain,” tutup Yudian.
[MBN]