BIMATA.ID, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia (RI), Tito Karnavian menilai, tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mesti berjalan presisi.
Hal itu mengutip program presisi yang dipopulerkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo, saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
“Saya ambil bahasa Pak Kapolri, presisi. Jangan kita kemudian langsung berpikir gelondongan tahapannya, tapi berpikir presisi,” kata Tito, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (16/09/2021).
Mantan Kapolri ini, menyoroti usulan masa kampanye pada Pemilu 2024 yang terlalu panjang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan, kampanye digelar selama tujuh bulan.
Tito juga mengusulkan, pelaksanaan kampanye tetap 120 hari atau empat bulan. Hal tersebut sesuai konsinyasi dengan Komisi II DPR RI, KPU RI, serta pihak terkait.
Menurut Tito, masa kampanye harus dipersingkat untuk mencegah konflik dan polarisasi di masyarakat akibat perbedaan pandangan politik. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk kampanye bisa ditekan.
Tito menilai, dana kampanye bisa dialihkan untuk keperluan lain. Terlebih, Indonesia tengah memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Dengan diperpendek biaya bisa lebih kecil. Apalagi, sekarang pengalaman Pilkada (2019) itu tidak menggunakan kampanye, rame-rame, hura-hura. Kenyataannya kita bisa melaksanakan dengan daring dengan jumlah terbatas, pembagian masker,” urainya.
Pria kelahiran 26 Oktober 1964 ini meminta, agar KPU RI tidak khawatir dengan waktu yang relatif singkat. Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang lebih singkat akan mencegah risiko-risiko yang berpotensi terjadi di tengah masyarakat.
“Risiko diperpanjang lebih mahal, potensi konflik lebih tinggi, masyarakat terbelahnya panjang. Nah, kalau bisa kita dipersingkat tanpa mengurangi kualitas, why not?” tandas Tito.
Sementara Ketua KPU RI, Ilham Saputra mengusulkan, memperpanjang durasi kampanye untuk memberi ruang pada persiapan logistik Pemilu. Waktu selama empat bulan dinilai tidak cukup.
Ilham membeberkan, proses pengadaan logistik memerlukan waktu satu bulan. Lalu, proses pengadaan termasuk potensi penambahan waktu bila gagal lelang selama dua bulan.
“Kemudian, pelaksanaan pekerjaan ini termasuk proses produksi sampai pengiriman kabupaten atau kota tiga bulan, pengelolaan gudang itu 50 hari,” ujarnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
[MBN]