BIMATA.ID, Jakarta- Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan (Hergun) menyampaikan sejumlah catatan Fraksi Gerindra terkait Rancangan Undang-Undang tentang perubahan kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Hergun menilai fraksinya memahami agenda reformasi perpajakan yang digulirkan pemerintah, tetapi harus berpihak terhadap masyarakat kecil dan UMKM.
“Jika ada yang dijadikan objek pajak, maka perlu memberikan pengecualian-pengecualian agar rakyat kecil tidak terbebani oleh adanya pengenaan pajak ataupun oleh kenaikan pajak yang lebih tinggi,” ucap Hergun di Jakarta, Selasa (14/09/2021).
Di antara substansi krusial yang perlu dikaji lebih mendalam yaitu soal penghapusan insentif WP UMKM, pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN, perubahan barang kena cukai, pajak karbon dan program peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Hergun mengatakan, terkait pengurangan pengecualian objek PPN yang di antaranya mencakup bahan makanan, jasa pendidikan dan jasa pelayanan kesehatan medis harus menjadi perhatian bersama.
“Negara harus hadir di tengah-tengah masyarakat dan menjamin terwujudnya bahan makanan, jasa pendidikan, dan jasa pelayanan kesehatan medis yang murah dan terjangkau,” tuturnya.
Hergun berpandangan seharusnya PPN bahan makanan diatur secara tegas bahwa bahan makanan yang akan dikenakan PPN adalah bahan makanan impor.
“Sementara bahan makanan hasil produk lokal dan yang dikonsumsi oleh rakyat menengah ke bawah masih bebas dari PPN,” tegas legislator Gerindra ini.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah meneken Perpres 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional (BPN) yang tujuannya mewujudkan swasembada pangan berbasis pangan lokal.
“Jika PPN diberlakukan terhadap seluruh bahan makanan, maka tujuan didirikannya BPN juga terancam gagal,” ujar ketua DPP Gerindra itu.
Hergun menegaskan Fraksi Gerindra meminta PPN jasa pelayanan kesehatan medis dan PPN jasa pendidikan hanya untuk yang bertaraf internasional.
“Sementara untuk kalangan menengah ke bawah tetap dibebaskan dari PPN,” ucap Hergun.
Hal itu lantaran UUD 1945 mengamanatkan alokasi anggaran untuk pendidikan mencapai 20 persen dari total APBN. Artinya, pendidikan menjadi sektor yang sangat penting dan harus didanai secara besar oleh negara.
“Penghapusan jasa pendidikan secara keseluruhan dari objek yang dikecualikan PPN bisa dianggap bertentangan dengan amanat konstitusi,” ungkap Hergun.
(ZBP)