BIMATA.ID, Jakarta- Founder #TaniMilenial M Hadi Nainggolan mengatakan, pertanian Indonesia harus melakukan peningkatan, pembenahan dan membangun kolaborasi yang solid dengan pihak yang kompeten dalam bidang pertanian agar tidak tergerus dengan perkembangan zaman.
“Indonesia harus melakukan lompatan spektakuler untuk fokus melakukan berbagai pembenahan yang urgen dan relevan dengan perkembangan zaman, dan ini tidak bisa dikerjakan oleh Pemerintah sendiri, harus membangun kolaborasi yang solid dengan berbagai pihak yang kompeten dalam bidang pertanian”, demikian yang disampaikan M Hadi Nainggolan.
Melihat hal tersebut, Hadi Nainggolan menilai setidaknya ada 3 fokus yang harus dilakukan pemerintah saat ini sebagai bentuk respon bahwa Indonesia siap menjadi “Kiblat Industri Pertanian Dunia”.
Pertama, Reformasi dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut data Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian pada April 2020 mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. “Hanya sekitar 8 persen dari total petani kita 33,4 juta orang. Sisanya lebih dari 90 persen petani yang sudah tua,” tentu ini sangat memprihatinkan. Kita akan susah untuk mentransformasi petani Indonesia secara massif ke arah mekanisasi dan digitaliasi terpadu, karena 90% adalah petani yang sudah tua.
“Kita harus mengkonversi petani muda indonesia diatas 75%, karena ini adalah kekuatan utama. Semangat dan spirit petani muda akan lebih mudah kita gerakkan untuk mau merubah pola pikir menuju pertanian modern dan maju. Para tani milenial inilah yang akan lebih adaptif untuk menerapkan berbagai konsep pertanian modern seperti budidaya modern, korporasi pertanian, smartfarming, sustainable value chain farming hingga beragam industri hulu dan hilir pertanian lainnya”, ujar Hadi Nainggolan yang juga Fungsionaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Pusat.
Kedua, Integrasi Mekanisasi, Teknologi dan Digitaliasi Pertanian. Mekanisasi dan teknologi pertanian itu semangatnya adalah untuk efektifitas dan produktifitas. Tapi saat ini itu saja tidak cukup, harus di koneksikan dengan platform digital sebagai pusat data dan perencanan yang lebih terukur. Di beberapa daerah mungkin sudah sukses penerapan mekanisasi pertaniannya, namun antar daerah satu dengan daerah lainnya belum terjadi konektivitas data yang terintegrasi, inilah salah satu penyebat kenapa harga sebuah komiditi anjlok, karena sama-sama musim tanamnnya, sama-sama jadwal panennya.
Ketiga, Membangun Industri Hilir Pertanian berbasis pasar. Ini adalah salah satu tantangan paling besar Indonesia, karena sampai saat ini indonesia masih lebih banyak mengekspor bahan baku hasil pertanian ketimbang mengekspor dalam bentuk produk jadi yang siap di komsumsi atau pakai konsumen. Kunci “pasar hasil pertanian” ada disini. Berapa banyak ekspor hasil pertanian indonesia yang akhirnya masuk lagi menjadi produk jadi impor kedalam negeri, yang ujung dikonsumsi oleh masyarakat indonesia.
(ZBP)