BIMATA.ID, Jakarta- Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal melarangan memajang bungkus rokok yang tertuang dalam aturan Nomor 8 Tahun 2021 tentang pembinaan kawasan dilarang merokok tuai pro dan kontra.
“Tidak memasang reklame rokok atau zat adiktif baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor), termasuk memajang kemasan/bungkus rokok atau zat adiktif di tempat penjualan,” katanya, (09/09/2021).
Dewan Penasehat Hippindo, Tutum Rahanta mengatakan, kebijakan tersebut kurang tepat dilakukan saat rokok jadi salah satu barang yang boleh diperjualbelikan.
“Kami fokuskan adalah kenapa barang yang tidak dilarang dijual harus ditutupin. Even di luar negeri pun betapa ketatnya pengontrolan rokok, mereka tidak menutupi, mereka hanya membatasi cara mendapatkannya,” kata Tutum, Selasa (14/09/2021).
Anies menilai pemerintah tidak adil dalam menentukan kebijakan tersebut. Dia mengatakan, minimarket kini seolah-olah menjual barang terlarang.
“Ini yang disoroti hanya kami sebagai toko modern kan. Sedangkan penjualan nggak ada 5% penetrasi pangsa pasarnya. Tapi kan berita ini seakan-akan kami penyebar utama penjual rokok. Tidak bisa kami hanya menjualkan produk sebelah yang memang tidak dilarang tapi satu sisi kami seakan-akan menjual produk yang dilarang dan saya rasa kurang tepat,” ujarnya
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin memilih untuk berada dalam sikap netral. Meski demikian, dari sisi penyedia barang atau bukan produsen, dia mempertanyakan apakah rokok tersebut haram.
“Pertanyaan saya apakah barang yang dijual ini termasuk barang haram bukan sih? Kan itu pertanyaannya,” katanya.
Solihin mempertanyakan apa tujuan yang dicapai dari kebijakan tersebut. Dia berpandangan, semakin barang ditutupi justru malah membuat masyarakat penasaran.
“Masalahnya kebiasaan orang Indonesia, kebiasaan kita nih, semakin sulit dicari, semakin dicari,” katanya
(ZBP)