BIMATA.ID, Jakarta- Ketua Bidang Dakwah & Ukhuwah MUI, Cholil Nafis menjelaskan, Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai lembaga kemanusiaan berkolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meluncurkan Gerakan Nasional Sejahterakan Dai Indonesia dengan memberikan dana kehormatan sebagai solusi operasional dakwah.
“Gerakan ini merupakan bentuk perhatian umat kepada para pendakwah dan dinilai dapat menjadi solusi konkrit untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang dialami para dai di masa pandemi ini,” ujarnya dalam peluncuran Gerakan Nasional Sejahterakan Dai Indonesia di Kantor MUI, Rabu (15/09/2021).
Cholil mengatakan banyak dai yang mengalami kesulitan ekonomi di masa pandemi dan berdampak pada berkurangnya kegiatan dakwah yang mereka lakukan karena ketiadaan biaya, juga akibat adanya berbagai pembatasan aktivitas. Meski sebelumnya, kondisi ekonomi mereka juga tak lebih baik.
MUI kerap menemui banyak guru mengaji, imam salat, marbut masjid dan dai-dai kesulitan ekonomi.
“Kami menyaksikan langsung, banyak dai di rumah tidak punya gas, tidak punya beras, tetapi saat berangkat dakwah, mereka (para dai) seakan seperti orang kaya. Mereka memakai parfum dan baju bagus,” ujar Cholil, Jumat (17/09/2021).
Dia menyaksikan betul seorang dai selama 25 tahun merawat masjid, menjadi muazin, menjadi imam rawatib. Sampai sekarang di usia 55 tahun belum punya rumah.
“Kami lihat di Banten, sebulan dibayar Rp 50.000. Kira-kira makan apa? Semua karena pertolongan Allah. Itulah yang mengetuk hati kita semua yang punya kemampuan,” kata Cholil.
MUI berkewajiban mendukung dan mensukseskan gerakan memuliakan kehidupan para dai ini. Karena di masa pandemi Covid-19 ini, banyak dai yang terkena dampak ekonomi, namun para dai tidak mungkin meminta-minta.
“Mereka menjaga iffah atau kehormatan sebagai seorang dai. Para dai tidak akan menampakkan kekurangan. Sebab itu, orang-orang yang berkemampuan rezeki harus ikut mendukung sebaik baiknya gerakan kebaikan ini,” tegas Cholil.
MUI akan terus mendorong kebaikan ini agar diperluas. Bukan hanya di pusat, tetapi juga merata di berbagai daerah di Indonesia. Gerakan Nasional Sejahterakan Dai Indonesia hari ini harus menjadi syiar dakwah.
“Jangan sampai ada ustaz atau kiai yang minta karena jebol iffah-nya,” pintanya.
Cholil mengatakan, para ulama membutuhkan teman-teman di ACT untuk menyampaikan juga di lembaga-lembaga amil dan lembaga filantropi lainnya.
“Jadi harus ada yang merealisasikan. Mudah-mudahan niat baik kita ini dirahmati Allah Swt, diberikan kelancaran, diberikan keamanahan. Amanah dalam mengemban ilmu, dalam kesehatan, dalam kesempatan yang diberikan kepada kita,” kata Cholil.
Dalam kesempatan yang sama, ACT memberikan dukungan kepedulian MUI kepada dai dengan bantuan biaya hidup untuk 1.000 dai, dan bantuan operasional untuk 1.000 pesantren di tahap awal.
Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin menjelaskan, masyarakat Indonesia harus memposisikan dai di tempat yang terhormat. Harus diyakini, bahwa Indonesia saat ini merupakan karya para dai,
“Ini adalah bantuan kehormatan. Karena para dai adalah orang-orang terhormat yang harus dimuliakan,” kata Ahyudin.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dai yang hanya dilihat sebagai guru mengaji. Secara kebangsaan, peran dai lebih dari itu, dai menjadi pemersatu bangsa. Senantiasa membina umat dalam kehidupan beragama.
Dalam hal ini, ACT mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan ini melalui berbagai bentuk dukungan yang bisa turut membantu mensejahterakan para dai.
(ZBP)