BeritaHukumPolitik

Arsul Sani: Amendemen UUD Boleh, Jika …..

BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI), Arsul Sani menyampaikan, Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) 1945 harus diperlakukan sebagai ‘The Living Constitution’ atau konstitusi yang hidup.

Artinya, konstitusi bisa dilakukan perubahan atau tidak sesuai keperluan dan keinginan rakyat.

Hal itu disampaikan Arsul dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 Dalam Mencapai Cita-Cita Bangsa. Kegiatan ini kerja sama Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Media Center Parlemen, Lobi Gedung Nusantara I, Kompleks Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 6 September 2021.

“Contohnya, kini sedang hangat wacana tentang perlunya muncul Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui Amendemen UUD, itu boleh-boleh saja jika rakyat menghendaki dan memang jika berdampak baik. Yang tidak boleh adalah proses amendemen itu dilakukan dan digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek, apalagi kepentingan politik kelompok tertentu,” ucapnya.

Acara yang digelar dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat ini turut dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI, Sjarifuddin Hasan dan Pengamat Politik, Pangi Syarwi Chaniago, serta awak media massa baik cetak, elektronik, dan online sebagai peserta.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menjelaskan, MPR RI sangat berhati-hati dalam menyikapi wacana tersebut, sejak pertama kali digulirkan melalui rekomendasi yang diterima MPR RI periode 2019-2024 dari MPR RI periode 2014-2019, yakni untuk melakukan pengkajian amendemen terbatas UUD terkait PPHN dengan payung hukum TAP MPR RI.

“Mengapa kami sangat hati-hati, sebab di MPR periode lalu ada dinamika soal PPHN ini, yaitu ada 7 Fraksi plus Kelompok DPD menyetujui PPHN dengan payung hukum TAP MPR dan ada 3 Fraksi menyetujui PPHN, namun dengan payung UU. MPR periode sekarang pun dan di tengah masyarakat ada perbedaan pendapat soal ini,” jelas Arsul.

Untuk informasi kepada masyarakat agar bisa lebih memahami terkait amendemen, Arsul mengungkapkan, amendemen hanya bisa terwujud melalui aturan dan prosedur yang ditetapkan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945.

Salah satunya pada Ayat (1) berbunyi ‘Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat’.

“Di MPR, sampai saat ini usul tersebut belum ada. Saya sendiri berharap agar PPHN jika memang baik untuk rakyat Indonesia dan sebagai jalan memperlancar perjalanan bangsa ini menuju cita-cita Indonesia yang maju dan sejahtera, mesti mendapat dukungan,” ungkapnya.

“Arah ke sana sudah terlihat dengan banyak yang sepakat soal PPHN-nya. Tinggal bagaimana mencari jalan tengah untuk pembahasan payung hukumnya. Rakyat mesti bersabar, sebab saat ini negara dan kita semua sedang fokus mengatasi pandemi Covid-19,” tutup Arsul.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close