BeritaKesehatanNasionalRegional

Soal Penanganan Pandemi, Pemerintah Dapat Nilai C Dari Koalisi Masyarakat Sipil

BIMATA.ID, Jakarta- Koalisi masyarakat sipil memberikan nilai C kepada pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19 akibat masalah distribusi vaksin, bantuan sosial (bansos), hingga kekurangan fasilitas kesehatan.

“Perwakilan masyarakat beri nilai C ke Pemerintah,” sebagaimana dikutip dari siaran pers koalisi, Kamis (05/08/2021)

Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI), Alissa Wahid menyoroti pemerintah yang dinilai gagal, antara lain soal transparansi data, distribusi vaksin, fasilitas kesehatan di luar Jawa, hingga bantuan sosial di sektor informal.

“Saya mendapatkan banyak laporan dari Gusdurian, banyak fasilitas kesehatan di luar Jawa ini memprihatinkan. Apalagi saat ini tren pandeminya sudah menyebar ke luar Jawa. Belum lagi distribusi vaksin yang tidak merata, dan banyak sektor informal yang tidak bisa mendapatkan jaminan sosial,” kata Alissa, Kamis (05/08/2021).

Koalisi itu pun mengkritik manajemen krisis oleh pemerintah yang dinilai masih karut marut kendati telah memasuki tahun kedua dalam menangani pandemi Covid-19 sejak awal 2020 lalu. Pemerintah belum bisa mengendalikan pandemi lewat perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4. Faktanya, episentrum penyebaran kini mulai bergeser ke pulau lainnya.

Inisiator Kawal Covid19 Elina Ciptadi mengkritik perpanjangan PPKM, yang tidak diiringi strategi elementer lain seperti testing dan tracing yang masih minim. Pasalnya, menurut Elina, satu per tiga dari angka testing nasional paling banyak hanya dilaporkan DKI Jakarta. Oleh karena itu, wajar jika kasus nasional akan membaik seiring situasi DKI yang juga membaik.

“Satu per tiga dari seluruh tes PCR di Indonesia terjadi di Jakarta. Jadi, kalau kondisi di Jakarta membaik, Indonesia pun tampak membaik,” katanya.

Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menyebut PPKM Level 4 belum sepenuhnya bisa menekan angka kematian, termasuk pada tenaga kesehatan. Sepanjang gelombang kedua pandemi sejak Juni, Adib menyebut sedikitnya 100 dokter meninggal dunia.

 

(ZBP)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close