BIMATA.ID, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI), memberhentikan jaksa Pinangki Sirna Malasari secara tidak hormat.
Pemberhentian tersebut dilakukan setelah vonis Pinangki atas kasus suap, pemufakatan jahat, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Adapun putusan inkrah itu mengacu pada vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/Pid.Sus/2021/PT.DKI tanggal 14 Juni 2021 yang memangkas hukuman Pinangki menjadi 4 tahun penjara.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) menjatuhi Pinangki hukuman penjara selama 10 tahun.
“Dengan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, maka saat ini proses pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) terhadap Pinangki Sirna Malasari, dalam tahap proses,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, melalui keterangan tertulis, Kamis (05/08/2021).
“Dan dalam waktu dekat akan dikeluarkan Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) kepada yang bersangkutan,” sambung Leonard.
Leonard juga meluruskan terkait pemberitaan yang menyebutkan Pinangki masih menerima gaji. Dia menegaskan, Pinangki sudah tidak menerima gaji sejak September 2020.
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung ini bahkan sudah tidak menerima tunjangan kinerja dan uang makan sejak Agustus 2020.
Ia mengatakan, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah mengeluarkan Keputusan Nomor 164/2020 tertanggal 12 Agustus 2020. Keputusan ini menyatakan, Pinangki telah diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai PNS. Secara otomatis Pinangki tidak lagi sebagai jaksa.
“Demikian pernyataan ini sekaligus hak jawab, dan kami berharap tidak lagi menjadi polemik di tengah masyarakat,” kata Leonard.
Diberitakan sebelumnya, Pinangki terbukti bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Saat itu, Joko masih berstatus buronan.
Suap sebesar US$500 ribu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) RI melalui Kejagung RI, agar Joko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) tanggal 11 Juni 2009.
Pinangki juga turut menyusun rencana aksi (action plan) terkait pelaksanaan permohonan fatwa MA RI melalui Kejagung RI tersebut. Pihak lain yang terlibat adalah Joko dan rekan Pinangki bernama Andi Irfan Jaya.
Selain itu, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.
[MBN]