BIMATA.ID, Jakarta – Mantan Menteri Sosial (Mensos) Republik Indonesia (RI), Juliari Peter Batubara divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) dengan hukuman 12 tahun penjara.
Selain itu, eks Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini dihukum membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Jakpus juga memberikan hukuman berupa pencabutan hak politik selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok. Serta, Juliari dijatuhi hukuman berupa uang pengganti sejumlah Rp 14,59 miliar subsider dua tahun kurungan.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa selama 12 tahun dan pidana denda Rp 500 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama enam bulan,” ungkap Hakim Ketua, M Damis, saat membacakan amar putusan terdakwa Juliari, di Pengadilan Tipikor PN Jakpus, Senin (23/08/2021).
Juliari bersama sejumlah pihak terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap dari pengadaan bantuan sosial Covid-19. Uang suap ini diterima dari sejumlah pihak, antara lain Rp 1,28 miliar dari Harry van Sidabukke, Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar M, dan Rp 29,25 miliar dari beberapa vendor bansos Covid-19 lainnya.
Perbuatan Juliari dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
“Menyatakan Juliari Batubara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif kesatu penuntut umum,” tegas Damis
Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis terhadap Juliari. Untuk hal yang memberatkan, hakim menilai, perbuatan terdakwa Juliari dapat dikualifikasi tidak kesatria dan dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam, yaitu wabah Covid-19.
“Ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan, menyangkali perbuatannya,” papar Hakim.
Adapun hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dijatuhi pidana, tertib dan sopan selama persidangan.
“Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Hakim.
[MBN]