BIMATA.ID, Jakarta – Terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian, Sugi Nur Raharja alias Gus Nur bebas dari Rutan Bareskrim Polri usai menjalani masa penahanan selama 10 bulan penjara.
“Iya benar (sudah bebas). Dikeluarkan,” kata Kasi Intel Kejari Jaksel, Sri Odit Megonondo, Selasa (24/08/2021).
Namun demikian, Odit menyampaikan, putusan terhadap Gus Nur dalam kasus dugaan ujaran kebencian tersebut masih belum inkrah alias berkekuatan hukum tetap.
Gus Nur hanya bebas karena masa penahanan habis berdasarkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) pada 30 Maret 2021. Saat itu, Gus Nur dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.
Dia lalu mengajukan banding yang ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta. Hingga saat ini, perlawanan hukum masih berlanjut di proses kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi (PT).
“Sampai sekarang putusan kasasi belum turun, namun masa penahanan terdakwa sudah habis,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam persidangan tingkat pertama, Gus Nur dituntut dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia dianggap sengaja menyebarkan informasi berdasarkan SARA yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian.
Gus Nur dinilai bersalah melanggar Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang (UU) RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Jaksa merujuk pada unggahan wawancara Gus Nur dengan ahli hukum tata negara, Refly Harun yang diunggah ke akun YouTube pribadinya MUNJIAT Channel.
JPU menafsirkan, sejumlah kalimat yang dilontarkan Gus Nur dalam video tersebut diduga bermuatan unsur ujaran kebencian terhadap pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Beberapa tokoh yang dimaksudkan ialah Said Aqil Siradj, Ma’ruf Amin, dan Abu Janda.
Kemudian JPU merinci, kalimat yang diduga mengandung unsur pidana sudah terlihat sejak menit 03.45 dan 04.34. Dalam wawancara itu, Gus Nur mulai menceritakan pengalamannya dahulu yang sering bersinggungan dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Gus Nur memulai perbincangan dengan mengibaratkan NU seperti bus umum yang diisi oleh supir pemabuk, konduktor teler, dan kernet ugal-ugalan. Tafsiran Jaksa soal pernyataan konduktor teler ditujukan kepada Abu Janda. Sementara, kernet yang ugal-ugalan dimaksudkan pada penumpang yang tidak mengikuti aturan.
[MBN]