BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Saleh Partaonan Daulay menyampaikan, pelaksanaan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak akan mudah.
Sebab, seluruh kekuatan politik dan sipil perlu dilibatkan bila ingin mengubah konstitusi negara tersebut.
“Perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat,” ucapnya, dalam keterangan pers, Rabu (18/08/2021).
Anggota Komisi IX DPR RI ini memandang, perlu dilakukan pemetaan terhadap pokok-pokok masalah agar agenda amendemen itu fokus dan terarah. Setidaknya, harus ada kesepakatan semua fraksi dan kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR RI terhadap peta perubahan yang diajukan.
“Semua elemen di luar MPR juga perlu didengar dan dilibatkan,” tandas Saleh.
Terlebih lagi pelaksanaan amendemen juga tidak mudah ditimbang secara teknis. Dalam Pasal 37 UUD 1945 disebutkan bahwa pengajuan perubahan pasal-pasal baru bisa diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah Anggota MPR RI.
Sementara itu, Saleh menjelaskan, sidangnya pun harus dihadiri dua pertiga dari jumlah Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI untuk mengubah pasal-pasal yang diusulkan. Lalu, keputusan pengubahan pasal-pasal hanya bisa dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen + 1 dari seluruh Anggota MPR RI.
“Selain berbagai kepentingan politik yang mengelilinginya, persoalan teknis ini juga diyakini menjadi alasan mengapa amendemen sulit dilaksanakan,” jelas mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah ini.
Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) II ini menuturkan, isu amendemen sempat menguat saat MPR RI periode 2009-2014 atas usulan DPD RI. Namun, secara teknis perubahan tersebut belum bisa diwujudkan.
“Kalau belum siap, sebaiknya ditahan dulu. Lakukan dulu kajian lebih komprehensif. Pengkajian itu sendiri dapat dianggap sebagai bagian dari proses amendemen,” imbuh Saleh.
Sebelumnya, wacana amendemen terbatas UUD 1945 kembali muncul seiring menguatnya isu tentang penambahan kewenangan MPR RI dalam rangka menetapkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).
Hal itu diungkapkan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat Sidang Tahunan MPR RI, Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-76, serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI pada 2021 yang dilaksanakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16 Agustus 2021.
“Diperlukan perubahan secara terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN,” ungkapnya.
[MBN]