BIMATA.ID, Bintan- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah memperhatikan penahanan 6 nelayan Bintan, Kepulauan Riau, yang ditangkap polisi Malaysia saat melaut.
Ketua DPD KNTI Bintan, Syukur Hariyanto alias Buyung Adly mengatakan, kejadian penahanan terhadap nelayan ini sudah terjadi berulang kali. Pasalnya, Perairan Pulau Awor di Kepulauan Riau memang menjadi daerah perbatasan yang berbatasan langsung dengan perairan Malaysia.
“Khusus kasus penahanan nelayan tradisional, kami minta bagaimana bisa dipermudah urusannya lewat koordinasi satu pintu agar cepat dan tepat dalam penanganannya,” kata Syukur Hariyanto, Rabu (14/07/2021).
Syukur menuturkan, sudah menjadi tugas negara untuk menjamin dan melindungi nelayan. Hal ini pun tertera dalam UU Nomor Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya, dan Petambak Garam.
Dia berharap, regulasi ini bisa terimplementasi agar nelayan benar-benar terlindungi. Untuk membebaskan nelayan, Syukur bahkan sudah bersurat kepada Pengelola Wilayah Perbatasan Setda Kabupaten Bintan, sebagai permohonan bantuan perlindungan hukum atas enam orang tersebut.
“Dengan ini kami meminta agar perkara nelayan tradisional yang berulang-ulang terjadi dapat diperhatikan dengan serius oleh pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah, baik antisipasi, penanganan, dan realisasi pemulangan nelayan,” ungkap Syukur.
Syukur menceritakan, kronologi penangkapan bermula ketika nelayan tersebut melaut pada Kamis, 8 Juli 2021 pukul 02.00 WIB. Ketiga nelayan ini menggunakan kapal kecil berukuran 3 GT dan membawa alat tangkap berupa rawai dan pancing.
Area nelayan memancing adalah pada titik kordinat 104 derajat dengan nomor GPS 35,36 di Perairan Pulau Awor, diperkirakan sekitar 52 mill dari bibir pantai Kampung Masiran ke arah barat mendekati kawasan Johor Baru.
Biasanya kata Syukur, nelayan itu melaut 2-3 hari. Namun tiba-tiba salah satu nelayan menghubungi pemilik perahu dengan pesan WhatsApp yang menyatakan mereka telah ditahan polisi Malaysia.
(Bagus)