BIMATA.ID, Jakarta – Tugas tenaga kesehatan (nakes) di masa pandemi corona ini sangat berat. Apalagi belakangan ini kasus harian melesat tajam mencapai lebih dari 50.000.
Selain tugas yang berat, jumlah mereka dengan pasien juga tak seimbang. Hal itu yang disampaikan oleh Ketua Dokter Indonesia Bersatu, dr Eva Sri Diana Chaniago.
“Jumlah pasien yang jauh meningkat malah diimbangi dengan jumlah nakes yang jauh berkurang tentunya membuat pelayanan tidak bisa maksimal sesuai yang seharusnya,” kata Eva kepada kumparan, Jumat (16/7).
Eva menambahkan, hal lain adalah pasien yang datang ke RS kebanyakan gejalanya sudah berat akibat isolasi di rumah terlebih dulu. Sehingga penanganan terlambat.
“Pasien dengan gejala berat apalagi kritis butuh layanan ekstra daripada pasien biasa. Untuk pasien kritis idealnya ditangani oleh satu perawat,” ungkapnya.
Hal ini kemudian menjadi ironi bagi para nakes. Eva pun mengungkap, sudah mulai banyak nakes-nakes yang mengundurkan diri dari profesinya.
“Jadi adalah sulit mengharapkan idealis jika jumlah pasiennya sudah 50-an, jika nakesnya saja misal hanya 6-8 orang. (Mereka) Resign karena merasa risiko kerja tidak sebanding yang fee yang dihasilkan,” paparnya.
“Ketakutan jadi korban atau karena tidak sanggup lagi sudah terlalu lelah, dilarang keluarga, ada juga yang beralasan ingin melanjutkan studi,” sambung dia.
Yang krusial berikutnya adalah masih adanya keterlambatan insentif seperti yang dijanjikan. Hal ini membuat nakes yang mengundurkan diri tersebut tak punya pilihan.
“Keterlambatan insentif, juga bahkan gaji yang kecil bagi pegawai tetap/PNS RS. Ini juga menjadi sebab utama nakes sehingga terpaksa resign,” jelas Eva.
“Terutama biasanya relawan, karena mereka hanya mengharapkan insentif, tanpa gaji, tunjangan, apalagi THR,” tutup dia.
YA