BIMATA.ID, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK untuk menuntut eks Menteri Sosial Juliari Batubara dengan hukuman maksimal. Diketahui, besok Rabu (28/7), Juliari akan menjalani sidang tuntutan terkait kasus korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 Jabodetabek.
“ICW mendesak KPK menuntut maksimal, yakni seumur hidup penjara, kepada mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (27/7).
Kurnia mengatakan, setidaknya ada empat alasan mengapa tuntutan berat itu perlu dijatuhkan kepada Juliari.
Pertama, politikus PDIP itu menjabat sebagai menteri yang merupakan pejabat publik pada saat korupsi terjadi. Berdasarkan Pasal 52 KUHP, pemberatan hukuman dinilai harus dilakukan oleh JPU KPK.
Kedua, praktik suap menyuap ini di tengah kondisi pandemi COVID-19. Hal ini dinilai tidak bisa dimaafkan karena dilakukan di tengah kondisi kritis.
“Empat hari sebelum tangkap tangan KPK, 1 Desember 2020, setidaknya 543 ribu orang telah terinfeksi COVID-19 dan 17 ribu nyawa melayang. Tidak hanya itu, Indonesia pun resmi resesi pada awal November,” kata Kurnia.
Ketiga, saat proses persidangan berlangsung, Juliari belum pernah sekali pun mengakui perbuatannya. Padahal, kata Kurnia, pengadilan telah menyatakan vendor bansos bernama Ardian Iskandar terbukti bersalah sebagai pihak penyuap.
Keempat, korupsi yang dilakukan Juliari berdampak langsung pada masyarakat. Mulai dari warga tidak mendapatkan bansos, kualitas bahan makanan buruk, hingga kuantitas penerimaan berbeda dengan masyarakat lain.
Atas dasar poin-poin itu, Kurnia menilai jika KPK menuntut rendah Juliari, maka dugaan publik selama ini terkonfirmasi, yakni KPK ingin melindungi pelaku korupsi bansos.
Terlebih, berdasarkan catatan ICW, lanjut dia, proses penanganan korupsi bansos di KPK dapat dikategorikan sangat buruk.
“Indikasi KPK akan melokalisir perkara agar berhenti pada Juliari sangat kuat,” kata Kurnia.
Berikut argumen ICW yang memperkuat indikasi itu:
KPK sangat lambat memanggil beberapa politisi sebagai saksi. Padahal, politisi tersebut, berdasarkan fakta persidangan, menguasai 1,4 juta paket pada setiap tahapan, yakni Herman Herry (1 juta paket) dan Ihsan Yunus (400 ribu paket).
Proses penggeledahan KPK seringkali tidak menghasilkan temuan apa pun. Dugaannya mengerucut pada dua hal, yaitu: kebocoran informasi di internal KPK atau penggeledahan yang tak kunjung dilakukan, padahal izin sudah diberikan oleh Dewan Pengawas;
Hilangnya nama-nama politisi dalam surat dakwaan KPK;
Penyelidikan ulang untuk mengusut kerugian keuangan negara. Padahal dengan modal penyidikan suap, pihak-pihak lain dapat dijerat.
Dalam kasusnya, Juliari didakwa menerima suap hingga Rp 32,4 miliar melalui anak buahnya. Uang suap diduga berasal dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19 Jabodetabek.
Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa dengan pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.