BIMATA.ID, Jakarta – Pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS), Aziz Yanuar, berkomentar mengenai kasus pembunuhan enam pengawal HRS di Tol Jakarta-Cikampek Km 50. Dia menyebut, membongkar tuntas kasus pembunuhan tersebut pada rezim saat ini sangat sulit.
“Untuk membongkar kasus ini pada rezim ini itu agak sulit bin mustahil,” ujarnya, dalam diskusi daring di akun YouTube Watch UI, Rabu (14/07/2021).
Aziz menerangkan, yang bisa dilakukan saat ini adalah mengedukasi masyarakat secara jelas terkait kasus tewasnya pengawal HRS.
“Kita lebih mengarahkan kemudian menggelorakan terkait dengan suara-suara ini ke masyarakat, supaya masyarakat yang sudah cerdas dan sudah pintar tambah teredukasi lagi, bukan malah dibodohin oleh pernyataan-pernyataan yang konyol,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Aziz melihat, kejanggalan pada luka tembak yang terletak di dada sebelah kiri enam pengawal HRS. Dia menyebut, polisi berdalih menembak karena pembelaan, tapi enam pegawal HRS menerima luka tembak yang posisinya identik.
“Luka tembak para syuhada ini identik, minimal ada dua luka tembak pada bagian dada kiri di setiap laskar (pengawal HRS). Oleh karena itu, kalau misalnya ada statement atau ada pembelaan atau ada pernyataan bahwa itu melakukan (penembakan), alias pembelaan, terpaksa, itu tidak masuk akal,” urainya.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana, Tengku Nasrullah berpendapat serupa. Menurutnya, proses hukum terbunuhnya enam pengawal HRS lebih baik dilanjutkan setelah rezim berganti.
“Proses hukum lebih baik tunggu setelah rezim berganti, kalau proses hukum dipaksakan sekarang, hasilnya lip service, saya tidak berani menggunakan istilah teman-teman BEM UI, karena mereka lebih berani, saya mengatakan proses hukum itu akan menjadi lip service, saya coret, kata king,” tuturnya.
Diketahui, istilah King of Lip Service berasal dari julukan BEM UI kepada Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi). Perkataan Kepala Negara dinilai tidak searah dengan perbuatan dan kebijakan-kebijakannya.
[MBN]