Bimata

Yan Mandenas: Soal PT TMI, Menhan hanya Ingin Tahu Harga Alutsista yang Sebenarnya

BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Yan P Mandenas menjelaskan soal isu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membentuk dan menunjuk langsung PT Teknologi Militer Indonesia (PT TMI) untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) atau alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam).

Yan Mandenas menegaskan, Menhan tidak membentuk dan menunjuk langsung PT TMI untuk pengadaan alutsista. Menhan, katanya, menggunakan PT TMI sebagai konsultan untuk mengecek harga alutsista yang sebenarnya, dan memastikan transfer of technology.

“PT TMI ini di bawah Kemhan. Sudah ada dari dulu, namanya YKPP. Jadi Pak Menhan bukan bentuk, sudah ada. PT TMI ini wadah bagi ahli alutsista, teknorat alutsista, insinyur-insinyur terbaik anak bangsa di bidang persenjataan,” paparnya.

Mereka lah, ujar Yan, yang mengecek harga sebenarnya dari alutsista yang akan dibeli dan yang membantu proses transfer of technology (ToT) ketika alutsista terbeli.

“Ini agar kita tidak dibohongi lagi ketika membeli alutsista. Ketika kontrak tidak dibohongi lagi. Harga tidak dibohongi, ketika transfer of technology tidak kecolongan,” ujar anggota DPR RI Dapil Papua ini.

Mengingat, kata Yan, selama ini selalu terjadi mark up harga dalam pembelian alutsista. Pun demikian dengan ToT yang dirasa belum maksimal.

“Kita ingin ada ToT yang berbobot, yang benar-benar berkualitas. Kita mau agar ada keterlibatan para ahli yang mumpuni, yang mengawal dan terlibat dalam proses ToT. Jangan lagi ToT itu hanya berbentuk hal-hal sederhana, seperti cuma ngecat atau ngelas,” ucapnya.

Menhan, kata Yan, juga ingin memastikan bahwa proses ToT itu dilakukan secara profesional dan mencakup hal-hal penting atau aspek kunci dari setiap alutsista yang dibeli. Jadi semangat yang dibangun pemerintah saat ini adalah bagaimana Indonesia makin maju dalam sektor pertahanan, agar kita tidak didikte lagi.

“Kita beli barang, tapi ToT-nya tidak maksimal. Nah, bila ToT bisa berjalan baik, ujungnya perawatan alutsista kita juga bisa hemat biaya dan lebih maksimal, serta itu dilakukan oleh anak negeri sendiri. Setiap service alutista, tidak perlu lagi dibawa ke negara asal pembelian,” kata Yan.

Terkait surat dari Menhan yang menunjuk PT TMI untuk melakukan pengadaan alutsista, Yan memaparkan, hal itu hanya bagian dari strategi Kemhan untuk mencari informasi harga langsung ke pabrikan agar Kemhan tidak bisa dipermainkan dengan harga yang fantastis oleh mafia alutsista.

“Di surat itu, sih TMI ini kasarnya jadi “intel-nya” Kemhan lah, untuk mengecek agar kita tidak dibohongi dan ditekan oleh vendor-vendor negara sebelah ketika melakukan pembelian,” jelas Yan.

Menurutnya, Kemenhan adalah pengguna anggaran. Tentu, Kemhan ingin alutsista yang terbaik dengan harga semurah-murahnya. DPR pun, ucapnya, tidak mau pengelolaan anggaran Kemenhan saat ini tidak optimal dan tidak tepat sasaran.

“Boleh dong PT TMI mengecek harga? Coba cek ke negara itu berapa harganya di sana. Karena Kemenhan kini di bawah Pak Prabowo ingin pembelian alutsista melalui proses G to G (government to government),” ungkapnya.

Yan menjelaskan, untuk mengetahui harga yang sebenarnya, kita harus bertanya langsung ke produsen, sehingga harga yang didapatkan Kemenhan tidak digelembungkan atau dinaikkan dan merugikan negara.

“Kami sudah prediksi, bahwa mereka, mafia yang selama ini mempermainkan harga, akan teriak-teriak dan tidak terima, jika Kemenhan bisa memiliki data dan informasi harga alutista yang sebenarnya,” ujar Yan.

Yan pun menegaskan kembali, PT TMI tidak mendapatkan kontrak dari Kemhan sama sekali untuk melakukan pengadaan alutsista.

“Kita tahu itu dan saya mau menekankan hal tersebut. Sebenarnya hal ini sederhana, coba tanyakan yang ngotot di sini, apa tujuannya? Jika PT TMI tidak mendapatkan kontrak, lalu di mana persoalannya?” ucapnya.

Meski begitu, Yan berterima kasih ada yang buka informasi ini, karena publik akhirnya tahu, bahwa Kemenhan dan DPR ingin agar ada harga terbaik untuk pengadaan alutsista, sesuai direktif presiden untuk masterplan pertahanan, serta tidak ada potensi terjadinya permainan harga ketika dilakukan belanja alutsista.

Exit mobile version