BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Republik Indonesia (RI), Eddy Hiariej menyatakan, Pemerintah RI belum mempublikasikan draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang terbaru, termasuk dalam kegiatan sosialisasi di 12 kota sejak awal Mei 2021.
Dia menyebut, draf yang beredar di publik saat ini ialah hasil penyusunan pada 2019 yang batal disahkan setelah ditarik Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi). Eddy menjelaskan, kebijakan untuk tidak mempublikasi draf RKUHP terbaru karena alasan politik.
“Saya mau menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan, karena sosialisasi yang dilakukan di 12 kota memang kita tidak pernah menyerahkan draf terakhir. Kenapa kita tidak pernah menyerahkan draf terakhir, karena ini lebih pada alasan politis dan bukan alasan akademik,” ujarnya, saat menerima Prosiding Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021, secara daring, Selasa (22/06/2021).
Eddy menyampaikan, alasan politik yang dimaksud ialah agar tidak melanggar Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dia mengemukakan, setiap rancangan regulasi harus mendapatkan persetujuan DPR RI lebih dahulu sebelum disosialisasikan ke publik.
“Jadi kalau itu disosialisasikan ini alasan politik kita dianggap melanggar Tata Tertib DPR RI, karena seharusnya setiap rancangan yang dikonsultasikan ke publik itu mendapat persetujuan DPR RI,” pungkasnya.
Lebih lanjut, dia menerangkan bahwa tim internal Pemerintah RI sebenarnya telah melakukan sejumlah perubahan terhadap draf RKUHP yang disusun pada 2019. Menurut Eddy, perubahan-perubahan itu dilakukan sesuai dengan masukan dari koalisi masyarakat sipil, seperti menghapus pasal yang dianggap over kriminalisasi.
“Ada pasal-pasal yang memang kita drop berdasarkan masukan teman-teman, karena dianggap itu over kriminalisasi lalu kita drop. Ada pasal-pasal yang diformulasi ulang, diformulasi ulang itu tentunya berdasarkan masukan teman-teman,” tuturnya.
RKUHP batal disahkan pada 2019 silam setelah menuai kontroversi dan menyulut aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Rancangan regulasi tersebut kini rencananya bakal masuk ke dalam Program Legislasi (Prolegnas) Prioritas 2021 dengan target bisa disahkan pada akhir tahun ini.
[MBN]