BIMATA.ID, Jakarta- Negara berencana memajaki sekolah, namun hal tersebut terus mendapat penolakan dari berbagai pihak, seperti Muhammadiyah.
Secara resmi, Muhammadiyah menolak tegas rencana pemerintah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sekolah. Wacana itu tampak dari Revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Muhammadiyah sangat berkeberatan dengan penerapan PPN untuk pendidikan.
“Muhammadiyah tegas menolak, sangat berkeberatan dengan rencana penerapan PPN di bidang pendidikan,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir dalam keterangannya pada Minggu, (13/06/2021).
Haedar Nasir menegaskan, para perumus konsep dan pengambil kebijakan atau pejabat di Indonesia untuk menghayati, memahami, dan membumi dalam realitas kebudayaan bangsa Indonesia. Dia meminta, Indonesia jangan dibawa pada rezim ideologi liberalisme dan kapitalisme. Masalah pendidikan, Muhammadiyah menilai seharusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah.
“Jangan bawa Indonesia semakin liberalisme dan kapitalisme yang bertentangan dengan konstitusi, Pancasila, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia,” jelasnya.
Haedar mengingatkan negara bertanggung jawab pada rakyatnya, termasuk penyediaan anggaran 20 persen untuk pendidikan.
Dia melihat, justru ormas keagamaan yang menyediakan lembaga kependidikan seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Katolik, dan sebagainya harus mendapatkan penghargaan. Langkah itu jelas terlihat karena sudah membantu pemerintah di bidang pendidikan.
“Bukan malah ditindak dan dibebani pajak yang pasti memberatkan, PPN bidang pendidikan jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan,” tegasnya.
Terlebih kondisi saat ini, kata Haedar, pandemi Covid-19 memukul sektor pendidikan. Apalagi bagi masyarakat yang berada di wilayah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) yang tidak bisa sekolah online.
“Di mana letak moral pertanggungjawaban negara atau pemerintah dengan penerapan PPN yang memberatkan itu?,” ucapnya.
(Bagus)