BeritaEkonomiHukum

Saksi Sidang Korupsi Bansos Covid-19 Ungkap Ketakutan Antar ‘Fee’ Pejabat Kemensos

BIMATA.ID, Jakarta- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan sejumlah saksi kasus dugaan suap pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) untuk penanganan Covid-19 dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dua saksi dihadirkan jaksa dalam sidang kali ini.

Mereka adalah Nuzulia Hamzah Nasution dan rekannya, Handy Rezangka yang disebut-sebut merupakan broker dari perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19, PT Tigapilar Agro Utama. Keduanya bersaksi untuk dua terdakwa yang juga mantan pejabat Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

Nuzulia sempat menceritakan proses penyerahan uang Rp 800 juta dari Dirut PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso. Uang Rp 800 juta tersebut merupakan fee karena PT Tigapilar mendapat kuota untuk menggarap bansos Covid-19 tahap 10.

Penyerahaan uang tersebut diakui oleh Nuzulia merupakan perintah dari Ardian sebagai komitmen fee sebesar Rp 800 juta untuk Matheus Joko. Namun demikian, saat persidangan Nuzulia mengaku takut untuk menyerahkan uang tersebut.

“Pada saat saya telepon Pak Ardian, Pak Ardian bilang, ‘Ibu aja yang nyerahin. Harus hari ini, kalau enggak nanti salah lagi. Takut invoicenya telat dibayar lagi’. Terus saya enggak berani untuk menyerahkan itu,” ungkap Nuzulia di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (02/06/2021).

“Saya takut pak. Ya takut salah nyerahin uang itu,” ucap Nuzulia.

Mendengar percakapan Nuzulia dengan Ardian melalui telepon yang mengaku takut, Handy lantas menawarkan diri untuk mengantarkan uang itu ke Kementerian Sosial (Kemensos). Handy kala itu sedang berada di rumah Nuzulia.

“Saya kan enggak nyuruh. Jadi kebetulan Pak Handy lagi di rumah. Terus akhirnya, saya cerita disuruh nyerahin uang nih ke Pak Ardian, (Handy bilang) yaudah yuk temenin” beber Nuzulia.

“Terus saya telepon Pak Ardian nanya ini uangnya gimana pak? Terus bilang ‘diserahin aja ke Pak Joko, saya lagi nagih Bu Sona untuk invoice sembilan bu’. Saya bilang enggak bisa. Saya takut. Terus dia bilang harus diserahin hari ini Bu, kalau enggak dia takut bermasalah,”Tambahnya.

Akhirnya, Handy bersama Nuzulia berangkat bersama ke kantor Kemensos untuk menyerahkan uang Rp 800 juta itu kepada Matheus Joko Santoso. Nuzulia mengaku hanya menunggu di musala ketika Handy menyerahkan uang itu ke ruangan Matheus Joko Santoso.

“Akhirnya diserahin. Saya ikut ke Kemensos, tapi saya nunggu di musala, karena pada waktu itu sedang adzan Ashar. Jadi saya salat Pak Handy yang serahkan,” terangnya

“Uangnya ditaro di dalam tas pak. Pecahan Rp 100 ribu. Rp 809 juta cash pak,” pungkasnya.

Dalam perkara ini, dua mantan pejabat Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono didakwa turut bersama-sama dengan mantan Mensos, Juliari Peter Batubara menerima suap sebesar Rp 32 miliar. Keduanya diduga menjadi perantara suap terkait pengadaan Bansos Covid-19.

Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama.

Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar. Lantas, sebesar Rp29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Kemudian fee tersebut digunakan Adi Wahyono dan Matheus Joko untuk kegiatan operasional Juliarti selaku Mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos, seperti pembelian ponsel, biaya tes swab, pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban, hingga penyewaan pesawat pribadi.

 

(Bagus)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close