BIMATA.ID, Jakarta- Partai Gelombang Rakyat (Gelora) berpandangan untuk menjadikan kekuatan militer Indonesia sebagai ‘pemain global’, diperlukan dukungan anggaran militer sebesar Rp 500-600 triliun pertahun. Kekuatan militer Indonesia saat ini berada di peringkat 16 dunia dan harus naik kelas masuk lima besar dunia.
“Kalau punya misi menjadikan Indonesia sebagai pemain global, maka harus memajukan kekuatan militernya. Kekuatan militer Indonesia harus naik kelas dari peringkat 16 menjadi peringkat lima,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik dalam keterangannya, Jumat (04/06/2021).
Hal itu disampaikan Mahfuz dalam Gelora Talk ‘Reformasi Sistem Pertahanan Nasional dan Urgensi Modernisasi Alutsista TNI pada Rabu (02/06/2021) petang lalu.
Berdasarkan survei, kekuatan militer negara-negara di dunia tahun 2020, lima besar dunia saat ini diduduki oleh Amerika Serikat, Rusia, China, India dan Prancis, sementara Indonesia berada diperingkat 16.
“Kalau lihat perbandingan dengan Prancis, budget militernya pertahun sampai antara 500-600 triliun. Sementara Indonesia, kalau kita lihat Restra 25 tahun yang sedang disusun Kemenhan sebesar Rp 1.760 triliun untuk 2020-2044. Itu relatif kecil untuk lima Renstra, 1,5 persen dari PDB” jelasnya.
Sementara jika melihat, Renstra MEF 2020-2024 yang tengah berjalan pada tahap ketiga dengan capaian 75 persen, kata Mahfuz, untuk pertahanan TNI AL saja, pengalokasian anggarannya hanya sekitar 40 persen dari total anggaran Restra MEF
“Apakah visi Presiden Jokowi (Joko Widodo) menjadikan Poros Maritim Dunia tidak di dukung oleh penguatan porsi pertahanan? Angkatan Laut kita minimal harus punya 3 kapal selam super canggih untuk mengamankan tiga ALKI, bukan kapal yang berusia 30 tahunan, dan butuh beberapa kapal untuk pengawalan juga,” ujar Mahfuz.
Tiga kapal selam super canggih tersebut, juga diperlukan untuk menjaga kawasan perbatasan dengan negara lain, seperti perbatasan di Laut China Selatan yang tengah mengalami ketegangan akibat klaim sepihak China terhadap kawasan tersebut.
Indonesia juga perlu memiliki satelit militer sendiri untuk mengamankan wilayah udara Indonesia agar tidak dikontrol negara lain. Sebab, terasa janggal apabila menggunakan satelit dari negara lain, sementara Indonesia memiliki tentara dan kekuatan militer sendiri.
“Jadi bagaimana terjemahan dari anggaran Rp 1.760 triliun itu, apalagi ditarik maju 2024. Lalu, apakah sudah ada evaluasi Restra MEF 2020-2024, masih ada sisa capaian sebesar 25 persen dan penganggarannya juga dihitung dari 2020. Disinilah ada ruang abu-abu itu, kita juga punya hak untuk mendapatkan informasinya,” tandas Mahfuz.
Pemerintah diharapkan mendefinisikan ulang asumsi-asumsi dasar dan proyeksi di dalam membangun postur pertahanan, termasuk strategi dan doktrinnya.
“Kalau kita membedah Buku Putih Pertahanan dan Restra 2020-2024, ada dua hal yang belum kuat menjadi asumsi perencanaan, yaitu respon memperkuat negara maritim dan perkembangan teknologi komunikasi di era digital,” katanya.
(Bagus)