BIMATA.ID, Jakarta- Pengamat Hukum sekaligus Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI harus membuat Undang-Undang (UU) baru untuk melarang institusi Kejaksaan dan Kepolisian untuk bergabung di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga, KPK tetap independen dan tidak dicampuri oleh para koruptor.
“Harus ada pembentukkan UU baru dari Presiden dan DPR jika ingin KPK seperti dulu kala. Kalau tidak, KPK yang dasarnya baik untuk memberantas korupsi di institusi yang bermasalah, malah menjadi institusi yang dicampuri koruptor,” katanya, Selasa (08/06/2021).
KPK menjadi rumit seperti sekarang karena institusi yang bermasalah bergabung dan menguasai KPK. Lalu, ada para koruptor yang merasa dirugikan dan melakukan berbagai penyerangan ke KPK begitupun sebaliknya.
“Jika baca UUD 30 tahun 2002 tentang pembentukan KPK, di dalam dasar-dasar pembentukan ini terjadi karena aparat kepolisian dan kejaksaan bermasalah. Lalu, yang terjadi institusi yang bermasalah ini masuk ke KPK. Jadinya, sekarang terjadi berbagai penyerangan bukan solusi,” kata dia.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati memandang, polemik penyingkiran 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menunjukkan berlanjutnya peristiwa “Cicak vs Buaya”. Bedanya, serangan kali ini ada pencanggihan metode baru untuk melemahkan KPK dengan cara menguasai KPK.
“TWK sudah berhasil menunjukkan Cicak vs Buaya berlanjut, kalau dari jilid satu hingga jilid tiga serangan buaya dari luar berupa kriminalisasi maka di jilid keempat ini serangan buaya dari dalam (internal KPK),” ujar Asfinawati dalam acara nobar dan diskusi KPK the End Game, Sabtu (05/06/2021) malam.