Bimata

Pemerintah Akan Kembangkan Inovatif Ekonomi Hijau

BIMATA.ID, Jakarta- Pemerintah telah berkomitmen melakukan pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan perubahan iklim, kelestarian lingkungan, hingga mitigasi bencana. Presiden Joko Widodo telah menyatakan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 29% pada 2030 dan 41% dengan bantuan internasional.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan meluncurkan sistem penelusuran dan pelaporan pendanaan iklim baru dengan dukungan dari berbagai badan dunia. Berdasarkan keterangan APBN Kita sistem ini bertujuan agar pengeluaran terkait iklim dalam APBN lebih tepat sasaran dan efektif mendukung prioritas-prioritas mitigasi perubahan iklim.

Selain itu pemerintah juga memanfaatkan kekuatan pasar untuk mempercepat transisi menuju zona ekonomi hijau dengan pembiayaan yang inovatif. Beberapa sumber instrumen pembiayaan inovatif yang telah dilakukan seperti Green Sukuk, Pembentukan SDG Indonesia One, dan Pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Green Bond dan Green Sukuk merupakan obligasi dengan kaidah syariah sepenuhnya digunakan untuk membiayai proyek hijau yang berkontribusi dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dengan dukungan HSBC dan UNDP, pemerintah juga mengembangkan Kerangka Kerja Green Bond dan Green Sukuk Indonesia yang ditinjau oleh Center for International Climate Research (CICERO). Green Bond yang dikembangkan ini pun mendapatkan opini Medium Green.

Kemenkeu mulai merealisasikan pengembangan kerangka kerja green bond tersebut dengan menerbitkan Indonesia Global Green Sukuk sebanyak US$ 3 miliar pada Maret 2018. Penerbitan tersebut menjadi green sukuk pertama kalinya di dunia yang dilakukan oleh negara.

Global Green Sukuk ini pun menarik perhatian dengan mencapai kelebihan penawaran sebanyak 2,5 kali. Tidak berhenti sampai sana, pemerintah kembali menerbitkan Green Sukuk Global senilai total US$ 2 miliar pada Februari 2019 dengan capaian kelebihan permintaan sebanyak 3,8 kali.

“Kedua penerbitan tersebut berhasil dilaksanakan dengan memanfaatkan waktu yang tepat setelah terjadinya volatilitas yang tinggi di pasar keuangan global. Penerbitan tersebut juga berhasil memperluas basis investor, baik dari segi geografi maupun tipe investor,” tulis Kemenkeu dalam APBN Kita.

Selain itu, sebanyak 29% penerbitan telah didistribusikan untuk investor yang khusus menempatkan investasinya pada instrumen ramah lingkungan (green investor).

Pembiayaan yang inovatif ini tidak berhenti ketika pandemi melanda pada 2020. Pemerintah kembali menerbitkan Global Sukuk tenor 5 tahun sebagai Green Instrument, yang diterbitkan pada bulan Juni 2020 dengan nilai US$ 750 juta. Meski di tengah pandemi, penerbitan tersebut kembali mencapai oversubscribe, bahkan mencatatkan kupon terendah sepanjang penerbitan Sukuk Global tenor 5 tahun.

“Di samping itu, pemerintah juga memfasilitasi masyarakat Indonesia yang berorientasi pada pertumbuhan berkelanjutan dan lingkungan dengan menerbitkan Green Sukuk berbasis ritel,” tulis Kemenkeu.

Pemerintah saat ini telah menerbitkan Sukuk Tabungan seri ST006 pada tahun 2016 dan ST007 pada tahun 2020. Bahkan penerbitan ST007 yang dilakukan saat pandemi mampu mencatat sejarah penjualan terbesar dan investor terbanyak sepanjang penerbitan Sukuk Tabungan.

Climate Bond Initiative juga kembali memberikan penghargaan berupa Largest Green Sukuk ini 2021 pada April. Penghargaan tersebut menunjukkan apresiasi dunia internasional atas komitmen dan kontribusi pemerintah dalam mengembangkan pasar keuangan Syariah di dunia, serta upaya mengatasi perubahan iklim. Upaya-upaya ini diwujudkan melalui penerbitan instrumen pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan.

Selain itu, untuk mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan, pemerintah tengah mengembangkan instrumen SDG Bonds. Instrumen ini sekaligus sebagai upaya perluasan basis investor, terutama kepada investor yang memiliki minat dan kepedulian lebih dalam di bidang SDG.

Berdasarkan data Asset Under Management (AUM), Investor Berperingkat SDG mengalami pertumbuhan pesat dari sekitar US$ 13,3 triliun pada 2012 menjadi sekitar US$ 30,7 triliun pada 2018, dan diperkirakan akan terus bertambah seiring meningkatnya kepedulian terhadap isu-isu lingkungan.

 

(Bagus)

Exit mobile version