BIMATA.ID, Jakarta — Keterlibatan perempuan dalam dunia politik bukan lagi hal yang baru. Sejarah mencatat peranan perjuangan kaum perempuan dan partisipasi kaum perempuan dalam pembangunan bangsa dan negara.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Hj. Novita Wijayanti SE., MM menyebutkan bahwa di era kolonialisme penjajahan Belanda dikenal sosok tokoh perempuan seperti R.A Kartini, yang memperjuangkan hak-hak perempuan pada masa itu agar dapat memperoleh pendidikan yang setara dengan laki-laki.
“Bukan hanya itu ada pula perempuan yang ikut serta berjuang secara fisik dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia seperti Cut Nyak Dhien,” kata Novita Wijayanti saat dimintai tanggapan soal peran perempuan dalam dunia politik.
Menurutnya kondisi sekarang berbeda dengan kondisi sebelumnya sebab perempuan pasca kemerdekaan dituntut untuk menyumbangkan tenaga, pikiran berperan aktif dalam pembangunan bangsa dan negara baik dalam bidang politik, sosial dan budaya.
Pada data DPR RI periode 2014 – 2019 perempuan yang menjadi anggota Dewan berjumlah 97 orang mencapai 17 persen dari total 650 anggota dewan. Sedangkan dalam pemilihan umum DPR tahun ini, sebanyak 118 kursi atau 21 persen dari total 575 kursi di DPR diisi oleh perempuan.
“Jumlah tersebut meningkat 22 persen dari pemilu sebelumnya yang hanya mengisi sebanyak 97 kursi,”ucapnya
Novita Wijayanti anggota DPR RI periode 2015 – 2019 dan anggota DPR RI terpilih periode 2019 – 2024 langkah untuk melibatkan kaum perempuan dalam dunia politik harus terus didorong dan dilindungi.
“Sebab dalam kuota 30% untuk perempuan hanya melindungi perempuan dalam pencalonan tetapi tidak dalam perolehan kursi di parlemen. Ini tentunya menjadi permasalahan tersendiri yang harus diatasi,”urainya.
Selain itu keterlibatan kaum perempuan untuk menjadi pimpinan di setiap Alat Kelengkapan Dewan juga harus menjadi fokus oleh sebab itu aturan yang melindungi hak – hak perempuan dalam politik harus terus didorong dan disahkan.
Politisi Gerindra dari Dapil Banyumas Cilacap ini menyebutkan bahwa perempuan bukanlah objek politik tetapi perempuan harus ikut dalam mengambil keputusan dalam politik karena dengan masuknya perempuan dalam mengambil kebijakan tentunya akan lebih mudah untuk memperjuangkan hak – hak mereka.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Novita pihaknya di politik dapat memperjuangkan hak perempuan melalui anggaran gender dalam fungsi kedewanan.
Sedangkan di komisi V yang ditempatinya, yang membidangi infrastruktur, perhubungan dan pedesaan Hj. Novita Wijayanti SE.,MM memperjuangkan hak perempuan dalam bentuk program infrastruktur, perhubungan dan pembangunan pedesaan yang ramah bagi kaum perempuan ibu hamil, lansia dan disabilitas : seperti loket khusus untuk ibu hamil, ibu menyusui, pembangunan rumah layak huni bagi janda berpenghasilan rendah dan juga pembangunan BUMdes yang dapat membuka lapangan kerja khususnya untuk kaum perempuan.
“Dari dasar inilah kaum perempuan harus ikut aktif dalam dunia politik untuk memperjuangkan hak – hak mereka. “Innallaha la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim”. “Tuhan tidak merubah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnya,” tutur Novita.
(***)