BIMATA.ID, Jakarta- Indonesia dianugerahi ‘harta karun’ di sektor minyak dan gas (migas) yang belum tersentuh sama sekali. ‘Harta karun’ yang dimaksud ini bernama metan hidrat atau gas hidrat. Bahkan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan ‘harta karun’ ini bisa diproduksi hingga 800 tahun.
Arifin pun berharap sumber daya migas non konvensional ini bisa segera dikembangkan dan bisa menjadi alternatif baru sumber energi di masa depan.
“Kita harap ini bisa jadi sumber energi alternatif baru, ini mendukung ketahanan energi 800 tahun ke depan,” ungkapnya dalam webinar, Selasa (08/06/2021).
Lalu, apa manfaat dari keberadaan gas hidrat ini?
Praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan mengatakan, gas metan hidrat ini tidak ditujukan untuk mengganti bahan bakar minyak (BBM). Akan tetapi, lebih tepatnya sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik. Karena menurutnya, ke depan penggunaan BBM akan tergantikan dengan listrik melalui kendaraan listrik.
“Gas hidrat bukan untuk mengganti BBM, tapi menjadi sumber energi untuk pembangkit listrik, di kemudian hari BBM akan digantikan dengan mobil atau kendaraan listrik,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/06/2021).
Namun, karena saat ini pengembangan gas hidrat masih dalam tahap penelitian dan uji coba, sehingga belum bisa dikembangkan secara komersial.
“Biaya pengembangannya masih dalam tahap riset karena pada saat ini biaya pengembangannya masih belum ekonomis untuk dikembangkan secara komersial,” ujarnya.
Dia menjelaskan, butuh waktu untuk mengembangkan gas hidrat ini secara komersial, terutama di Indonesia, karena ini masih dalam bentuk potensi resources atau sumber daya di Indonesia.
Berdasarkan penelitian awal, imbuhnya, potensi gas metan hidrat ini memang cukup besar. Akan tetapi untuk bisa sampai ke tahap pemanfaatan energi secara komersial, masih membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk penelitian yang mendalam.
“Untuk pengembangannya menjadi energi yang dapat digunakan atau dikomersialisasikan masih membutuhkan research yang lebih mendalam,” ungkapnya.
Dia mengatakan, sampai saat ini belum ada negara yang memproduksi metan hidrat secara komersial. Saat ini masih berada pada tahap penelitian dan mencari cara terbaik untuk menghasilkan produk secara komersial.
“Masih dalam penelitian dan mencari ‘the best way way to produce’ secara komersial,” tuturnya.
Menurutnya, Jepang merupakan salah satu negara yang sudah mengembangkan penelitian terkait gas hidrat ini dan bahkan lebih maju dibandingkan dengan yang dilakukan negara lain.
Dalam mengembangkan metan hidrat ini, menurutnya kendala yang dihadapi adalah mengeluarkan gas metan dari sedimen.
“Detail tantangan yang dihadapi umumnya bagaimana kita mengeluarkan gas metana dari sedimen tersebut,” ujarnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pada penelitian tahun 2004, telah ditemukan potensi sumber daya metan hidrat di Indonesia yang diperkirakan mencapai 850 triliun kaki kubik (TCF). Potensi itu berada di dua lokasi utama yaitu perairan Selatan Sumatera sampai ke arah Barat Laut Jawa (625 TCF) dan di Selat Makassar Sulawesi (233,2 TCF).
“Jumlah tersebut setara dengan delapan kali lipat cadangan gas alam saat ini, sehingga kita berharap sumber energi alternatif baru ini akan mendukung ketahanan energi nasional,” tuturnya.
Pengembangan gas metan hidrat merupakan opsi energi yang lebih bersih bila dibandingkan dengan minyak bumi dan batu bara. Ekstraksi dan produksi gas metan hidrat dinilai akan mampu menjadi salah satu sumber pendapatan negara dan berperan dalam bauran energi.
“Indonesia perlu segera mengembangkan dimana ekstraksi dan produksinya akan memberikan solusi penyediaan energi baru, menjadi salah satu sumber pendapatan negara, dan dapat berperan dalam bauran energi masa depan Indonesia,” tambahnya.
Berdasarkan data Balitbang Kementerian ESDM, PT Pertamina (Persero) bahkan memperkirakan potensi gas hidrat di Indonesia mencapai 3.000 TCF. Namun, besaran nilai ini masih sering diperdebatkan karena belum ada penelitian komprehensif terkait gas hidrat di Indonesia.
(ZBP)