BIMATA.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) menyita enam bidang tanah milik Gubernur nonaktif Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah. Salah satu bidang tanah yang disita terdapat masjid.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara (Jubir) KPK RI Bidang Penindakan, Ali Fikri mengungkapkan, masjid turut disita lantaran diduga dibangun dengan uang hasil korupsi Nurdin. Namun, masyarakat tetap boleh beribadah di sana.
“Kami berharap masyarakat bisa tetap menggunakan tempat dimaksud seperti biasanya,” ungkapnya, melalui keterangan tertulis, Rabu (23/06/2021).
Ali menyebut, pihaknya sudah menjelaskan dasar penyitaan masjid kepada pejabat setempat. Penyitaan untuk menelusuri aliran uang korupsi yang digunakan Nurdin.
“KPK memastikan melakukan penyitaan terhadap suatu barang atau aset tentu karena terkait dengan pembuktian dugaan perbuatan tersangka,” imbuhnya.
Nasib masjid tersebut akan ditentukan dalam fakta persidangan. Masyarakat diminta untuk bersabar.
“Mengenai statusnya baik tanah dan bangunan dimaksud tentu nanti akan dipertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum di persidangan perkara tersebut,” katanya.
Nurdin bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, ditangkap KPK RI pada Jumat, 16 Februari 2021. KPK RI menyita uang tunai Rp 2 miliar yang diduga terkait perkara korupsi.
KPK RI kemudian menetapkan ketiganya menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi pada proyek kawasan wisata Bira, Bulukumba. Nurdin dan Edy menjadi tersangka penerima suap, sedangkan Agung berstatus pemberi suap.
Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Agung dikenai Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
[MBN]