Nasional

DPR: Ada Misteri Dibalik Jumlah Korban Tragedi Nanggala yang belum Terungkap?

BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas mempertanyakan kredibilitas dan posisi Connie Rahakundini Bakri, apakah sebagai pengamat pertahanan atau politisi Partai Nasdem. Hal ini terkait pandangan Connie tentang rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (Alutsista) oleh Kementerian Pertahanan senilai Rp1.760 triliun.

Yan mensinyalir, ada upaya untuk mengalihkan perhatian publik pada kasus tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402 ke isu baru.

“Masih banyak sekali misteri yang belum terungkap dari tragedi tersebut. Bahkan ada kecenderungan untuk menutup misteri yang ada. Apakah masih ada korban lain, tidak sekedar 53 orang (sesuai release Panglima TNI)? Apakah ada perwira lain selain dari Angkatan Laut menjadi korban di KRI Nanggala? Apa motifnya Connie? Politik atau pesanan dari pihak tertentu untuk pengalihan perhatian publik dari tragedi KRI Nanggala 402 menjadi isu baru,” papar Yan, Sabtu (5/6/2021).

Yan menambahkan, upaya membawa isu pertahanan negara menjadi isu politik seharusnya tidak dilakukan. Kejadian tragedi KRI Nanggala telah membuka ruang untuk bermanuver politik, kata Yan.

Menurut Yan, dalam stratifikasi kewenangan, Panglima TNI bertanggung jawab pada penggunaan kekuatan Alutsista, dan KASAL bertanggung jawab terhadap pembinaan dan kesiapan Alutsista, termasuk kapal selam.

“Jadi, jangan musibah tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 yang masih menyimpan misteri ini jangan dikait-kaitkan dengan Kemhan, apalagi dibelokkan pada hal terkait rencana pembelian Alutsista Rp1,760 triliun,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan Majalah Tempo, Kepala Kepolisian RI Listyo Sigit Prabowo membenarkan kabar bahwa dia dijadwalkan menerima Brevet kapal selam di Bali pada Selasa, 27 April lalu, sesaat sebelum KRI Nanggala tenggelam. Rabu sore, 28 April, mantan Wakil Kepala Staf TNI AL Ahmad Taufiqurahman mendapat ‘curhatan’ dari sejumlah Perwira Menengah dan Tinggi yang bercerita bahwa Operasi Nanggala dipaksakan.

“Kalau untuk keperluan perang, mungkin alasan penggunaan alutsista yang tidak layak masih bisa dimengerti. Tetapi kalau hanya untuk kegiatan protokoler penyematan brevet kapal selam, maka sungguh sangat disayangkan sejumlah 53 nyawa awak kapal selam menjadi korban.” Dan sampai sejauh ini, Panglima TNI belum pernah menyampaikan permohonan maaf di depan publik atas tragedi Nanggala.

Diceritakan juga, rapat persiapan penyematan Brevet Kapal Selam itu lebih banyak membahas protokol kedatangan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Padahal dalam gelar Alutsista, keselamatan prajurit harus menjadi faktor utama dalam perencanaan. Komandan Nanggala 402 Letnan Kolonel kini Kolonel Anumerta Heri Oktavian mengungkapkan bahwa kapal selam Nanggala tidak layak beroperasi karena kesiapan teknis dan taktisnya kurang dari 50 persen. “Kalau tetap berlayar, berarti ada perintah dari atasan,” tutur Taufiq, mantan Wakasal.

Sementara itu, ketidaksiapan Nanggala menjalani latihan tempur juga didengar oleh Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar, Dave Fikarno Laksono. Sebelum mengikuti latihan di laut Bali, Nanggala pernah mengalami blackout di sekitar perairan Surabaya-Madura. “Setelah itu, Nanggala ditarik oleh kapal Niaga,” ucapnya. Pemerintah, DPR dan Komnas HAM perlu membentuk Tim Independen pencari fakta, dalam rangka menginvestigasi penyebab tragedi, termasuk berapa jumlah korban sebenarnya. Apakah hanya sejumlah 53 orang (sesuai release Panglima TNI). Investigasi ini penting dalam rangka transparansi dan menghindari terjadinya kebohongan publik.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close