BeritaHeadlineHukumPolitik

Bamsoet Dukung Terbentuknya UU Perlindungan Pedagang Pasar Tradisional

BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI), Bambang Soesatyo (Bamsoet), mendukung usulan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) yang menekankan perlunya Indonesia memiliki Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Pedagang Pasar Tradisional.

Menurut Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) VII ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut sebagai bentuk perhatian dan tanggung jawab negara terhadap keberadaan para pedagang pasar tradisional.

Bamsoet mengungkapkan, pedagang telah menjadi mitra strategis bagi berbagai perangkat pemerintahan, seperti Kementerian Koperasi dan UKM RI, Kementerian Perdagangan RI, hingga Kementerian Koordinator Perekonomian RI.

Namun, hingga saat ini belum memiliki perangkat hukum sebagai perlindungan.

Padahal, berbagai stakeholders itu juga meminta data tentang kondisi pedagang pasar tradisional kepada IKAPPI. Mulai dari yang terkena Covid-19, dinamika omset penjualan pedagang pasar, hingga perputaran uang di berbagai pasar tradisional.

“Namun ironisnya, menurut IKAPPI hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat hukum berupa Undang-Undang yang melindungi keberadaan pedagang pasar tradisional. Sementara profesi kerakyatan lainnya, seperti nelayan dan petani sudah memiliki undang-undangnya sendiri,” ungkap Bamsoet, usai menerima pengurus IKAPPI, Selasa (22/06/2021).

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini menilai, tidak berlebihan jika Pemerintah RI segera merumuskan Undang-Undang tentang Perlindungan Pedagang Pasar Tradisional.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, Bamsoet menyebut, jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 14.182 unit. Di sisi lain, menurut Kementerian Perdagangan RI, dari berbagai keberadaan pasar tardisional tersebut menjadi tempat perniagaan bagi 12,6 juta pedagang tradisional.

Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) ini menjelaskan, IKAPPI juga menegaskan sikap mereka menolak pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok (Sembako).

Sebagaimana termuat dalam Pasal 44E RUU Perubahan kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Padahal dalam UU Cipta Kerja, sudah diatur bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat, dikecualikan dari PPN.

“Pengenaan pajak terhadap Sembako sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-5 ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan Kementerian Keuangan untuk mendongkrak pendapatan negara, tanpa perlu memberatkan rakyat kecil,” kata Bamsoet.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close