BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Andre Rosiade, meminta Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk melakukan kajian khusus terkait rencana keterlibatannya dalam upaya penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero).
Hal itu merujuk pada rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) RI mengambil opsi penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero) melalui skema debt to equity swap terhadap kredit yang ada pada perbankan.
Adapun debt to equity swap merupakan pertukaran utang dengan saham atau dengan kata lain mengubah utang menjadi penyertaan modal.
“Kita dengar sayup-sayup di luar, opsi penyelamatan Garuda melalui debt to equity swap. Jadi, ada rencana bank-bank yang memberikan pinjaman kepada Garuda mengkonversi pinjamannya menjadi saham. Dan itu memang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 36,” ungkap Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) I ini, dalam keterangan tertulis, Rabu (16/06/2021).
Saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Himbara, pada Senin, 14 Juni 2021, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Provinsi Sumbar ini menilai, keterlibatan Himbara dalam penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero) dengan mekanisme pertukaran utang melalui saham harus dilakukan secara hati-hati.
“Pertanyaan saya, apakah kebijakan itu bisa Bapak realisasikan atau tidak? Karena ini risikonya besar dan perlu kehati-hatian,” kata Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Keluarga Minang (IKM) ini.
Diketahui sebelumnya, Kementerian BUMN RI mendorong Himbara untuk mencurahkan perhatian yang lebih kepada PT Garuda Indonesia (Persero), salah satunya melalui skema debt to equity swap. Namun, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bagi kreditur untuk melakukan skema tersebut.
Pertama, harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) saat ini tergolong rendah. Pada Kamis, 10 Juni 2021, nilai per lembar saham Garuda (GIAA) sebesar Rp 242. Nilai saham itu mengalami penurunan sebanyak 46,7 persen dalam enam bulan terakhir. Adapun nilai tertinggi GIAA pada tahun ini berada di level Rp 418 per lembar saham.
Kedua, skema debt to equity swap bagi perbankan berimplikasi terhadap risiko laba, karena angsuran bunga dan cicilan pokok ditukar dengan saham. Kreditur perlu ekstra hati-hati dan melakukan analisis terkait risiko terhadap meningkatnya kredit macet.
[MBN]