BIMATA.ID, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) mengabulkan sebagian permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini berkaitan dengan verifikasi partai politik (Parpol) peserta Pemilihan Umum (Pemilu).
Putusan itu merupakan perkara dari uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh Partai Garuda dan diwakili oleh Ketua DPP Partai Garuda, Ahmad Ridha serta Sekjen DPP Partai Garuda, Abdulllah Mansuri. Partai Garuda meminta Parpol yang sudah dinyatakan lulus verifikasi pada Pemilu 2019 tidak perlu diverifikasi ulang untuk Pemilu selanjutnya.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua Majelis Hakim MK RI, Anwar Usman, di persidangan MK RI, Jakarta, Selasa (04/05/2021).
MK RI memutuskan Parpol yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi. Namun, tidak diverifikasi secara faktual.
“Sepanjang tidak dimaknai bahwa Parpol yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos atau memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi dan tidak diverifikasi faktual,” jelas Anwar.
Kemudian, Parpol yang tidak lolos atau tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, Parpol yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Parpol yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, harus dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan faktual.
“Hal tersebut sama halnya dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru,” pungkas Anwar.
Sementara, Hakim MK RI, Aswanto menilai, verifikasi pada Parpol menjadi peserta Pemilu merupakan bagian penting. Sebab, Parpol merupakan manifestasi dan perwujudan aspirasi rakyat.
“Untuk menjadi Parpol peserta Pemilu harus memenuhi beberapa persyaratan yang sangat berat,” terang Aswanto.
Tiga Hakim MK RI lain, yakni Saldi Isra, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih menyatakan pendapat beberapa terhadap putusan tersebut. Permohonan itu dinilai harus ditolak.
“Harusnya Mahkamah menolak dan menyatakan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ungkap Saldi.
Saldi mengacu pada putusan gugatan Nomor 53/PUU-XV/2017. Gugatan ini diajukan Partai Islam Damai Aman (Idaman) pimpinan Rhoma Irama pada Agustus 2017.
[MBN]