BIMATA.ID, Jakarta – Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Aziz Yanuar, mengapresiasi vonis Majelis Hakim terhadap kliennya terkait kasus kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor, yang terjadi pada 13 November 2020 lalu.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim) tidak menjatuhkan pidana penjara terhadap HRS. Vonis yang diberikan, yakni denda uang sebesar Rp 20 juta.
“Alhamdulilah sesuai sama prediksi dan kami apresiasi putusan Majelis Hakim kali ini,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (27/05/2021).
Aziz berharap, vonis terkait kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, tidak jauh berbeda dengan prediksinya. Vonis kasus kerumunan di Megamendung dibacakan Majelis Hakim di ruang sidang utama PN Jaktim.
“Menyatakan terdakwa Mohammad Rizieq Shihab terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar kekarantina kesehatan. Menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp 20 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti pidana kurungan 5 bulan,” imbuh Hakim Ketua PN Jaktim, Suparman Nyompa.
Majelis Hakim menguraikan, HRS dianggap terbukti melakukan melanggar Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, tiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
Kendati demikian, Suparman berpendapat bahwa kerumunan yang terjadi bukan atas kesengajaan, sehingga tidak perlu pidana penjara. Selain itu, Majelis Hakim juga menilai, hal yang meringankan, yakni HRS dan tim penasihat hukum tidak pernah mengundang kerumunan.
“Kedua, terdakwa juga adalah tokoh agama yang dikagumi umat, sehingga diharapkan bisa memberikan contoh kepada umat,” urainya.
Adapun yang memberatkan HRS dalam pandangan hakim adalah tidak membantu program pencegahan Covid-19 yang sedang dilakukan Pemerintah. Vonis HRS ini lebih ringan dari tuntutan yang diajukan jaksa. Dalam kasus kerumunan di Megamendung, jaksa menuntut HRS dengan pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 50.000.000.
Selain tuntutan pidana penjara, jaksa meminta, Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap HRS berupa pencabutan hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.
“Yaitu (dicabut haknya) menjadi Anggota dan/atau Pengurus Organisasi Masyarakat (Ormas) selama tiga tahun,” tutur Jaksa Penuntut Umum (JPU).
[MBN]