NasionalPolitikUmum

IMM Bareng Pemuda Muhammadiyah Diskusikan Politik Dinasti, UU Parpol Dalam Kuasa Kekeluargaan

BIMATA.ID, Makassar — Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah (PM) Sulawesi Selatan bersama Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Selatan menggelar Diskusi Nasional Virtual (DIKNAS), Senin,10 Mei 2021.

Diskusi yang mengusung tema Praktik Politik Dinasti: Menerawang UU Parpol dalam Kuasa Kekeluargaan, menghadirkan narasumber Kaprodi S3 Politik Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dr.Zuly Qodir, S.Ag, M.Ag, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Dr. Feri Amsari, SH, SM, LLM, Dosen Pasca Sarjana Ilmu Politik FISIP UI, Sekolah Kajian Strategis Global UI, Dr. Mulyadi, Sos, M.SI, Wasekjen DPP Partai Aceh, Said Firdaus SE, M.SM. 

Kemudian penanggap dalam diskusi tersebut yakni Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Ridwan Fawallag, Direktur Indonesia Political Studies Al Farisi Thalib, sementara pemantik oleh Ketua Umum DPD IMM Sulsel, Abdul Ghofur 

Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Ridwan Fawallag mengatakan bahwa politik yang telah diformalkan melalui politik dinasti adalah kekuasaan yang secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat dengan hubungan darah tujuannya untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. 

“Dinasti politik yang dipraktikkan dalam sistem demokrasi disebutkan sebagai praktik politik dinasti berlangsung cukup rapi dan sukses dan dibiarkan berlangsung secara sadar maupun dipaksa oleh keadaan,” kata Ridwan.

Selanjutnya dia menilai di Indonesia saat ini, sistem politik monarkrasi atau dinasti dan demokrasi sedang bertarung mengambil tempat nyaman dalam sistem demokrasi elektoral. Dinasti politik menunjukkan jalur penjaringan menjadi pemimpin politik di Indonesia makin menyempit dan terbatas hanya untuk orang-orang dengan latar belakang tertentu. 

“Pengurus Parpol, Kader Parpol sampai aktivis kehilangan kesempatan berkontestasi dalam politik elektoral. Menjadi kandidat seorang anak dan keluarga pejabat politik adalah hak konstitusional setiap warga negara, ia bukanlah suatu pelanggaran,”lanjutnya.

“Yang penting diperhatikan ia mengikuti mekanisme parpol mulai proses kaderisasi dan ideologisasi dan mengurus Parpol. Sebaliknya bukan secara tiba-tiba hadir mengangkangi mekanisme parpol dan menyingkirkan kader yang sejak awal telah berjuang dan membesarkan parpolnya,”sambungnya

Kondisi itu patut menjadi harapan sekaligus kekhawatiran karena dampaknya memudahkan kepentingan dan pembangunan, sebaliknya ada potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam politik dinasti. 

“Partai politik membutuhkan dinasti politik untuk pembiayaan operasional partai, Pada Pileg, Parpol mengandalkan dinasti politik sebagai pengumpul suara. Bahaya Politik dinasti, sadar atau tidak, dinasti politik terus membangun jejaring power-nya dengan kokoh hingga mampu mengkooptasi dan membunuh demokrasi dalam partai politik,”tuturnya.

lebih lanjut dia menilai bahwa dampak politik dinasti terhadap pembangunan yang sejatinya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan bersih, namun mengalami kendala untuk mewujudkannya. 

Politik dinasti bukan berhenti sampai merebut kekuasaan tetapi sampai pada penempatan pimpinan lembaga/SKPD bahkan sampai pada pelaksanaan program-program yang diatur dan di kerja berdasarkan mekanisme politik dinasti. Kepentingan ada pada pelaksanaan program, namun mengalami kendala dalam mewujudkannya, artinya bahwa kesejahteraan rakyat tidak tercapai yang demikian kematian demokrasi di bawah sistem politik dinasti.  

“Membutuhkan upaya bersama dalam memperbarui UU Parpol yang ada saat ini untuk menyehatkan dan menguatkan posisi Parpol sesuai fungsinya. Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dinilai masih banyak kelemahan,”tutur Ridwan.

Sementara Dr. Feri Amsari untuk mereformasi UU Parpol yang menawarkan 5 hal, yaitu, 1. Aturan sirkulasi pemilihan Ketua partai secara demokratis, 2. Mengedepankan kandidasi Kader dan penguatan ideologis partai. 3. Mengatur sumber keuangan partai dari kader. 4. Hubungan pengurus pusat dengan daerah. 5. Menguatkan kewenangan Mahkamah. Jika gagasan ini dapat diwujudkan dalam perubahan UU Parpol yang ada saat ini, maka dapat ditemukan wajah baru dalam praktik politik Parpol di masa mendatang.

Usman

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close