Nasional

23 Tahun Reformasi: Demokrasi dan Kebebasan di Indonesia Ditujukan untuk Apa dan untuk Siapa?

BIMATA.ID, Jakarta – Pasca mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 lalu, Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam hal demokrasi dan kebebasan. Rakyat Indonesia tidak hanya bisa memilih Presiden, Wakil Presiden, Kepala Daerah, Anggota DPR, Anggota DPD, maupun Anggota DPRD secara langsung, tapi juga bebas menyampaikan pendapatnya.

Namun, demokrasi dan kebebasan yang dinikmati selama 23 tahun ini dinilai hanya menjadi ajang adu kuat kelompok tertentu, bukan untuk mencari solusi demi kebaikan bersama.

Demikian disampaikan Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan MPN Pemuda Pancasila Gunung Hutapea, Jumat (21/5/2021).

Menurutnya, harus disadari bersama bahwa berdirinya Indonesia ditujukan untuk meraih kehidupan masyarakat yang sejahtera dan adil. Untuk meraih dan mewujudkannya, para Perintis dan Pendiri Bangsa telah merancang sekaligus menetapkan pondasi yang menjadi roh ke-Indonesia-an, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Dalam rangka meraih cita-cita itu diperlukan komitmen dan tekad bersama. Salah satu, tiang utama adalah menanamkan dan mengobarkan semangat persatuan yang tulus,” papar Gunung Hutapea.

Namun, katanya, empat kali amandemen UUD 1945 membuahkan dinamika baru dalam proses demokratisasi di Indonesia. Demokrasi bukan lagi untuk mempersatukan, justru menjadi fenomena yang sering mengancam persatuan.

“Demokrasi yang pada awalnya ditujukan untuk mencari solusi, berubah wajah menjadi ajang mengadu kepintaran dan kekuatan kuantitatif/jumlah, sebagaimana dipertontonkan oleh orang-orang atas nama kebebasan, ketokohan dan ilmu pengetahuan yang sesungguhnya sangat relatif,” ujar Gunung Hutapea.

Bahkan, parahnya lagi demokrasi berkembang menjadi sangat manipulatif, serta kerap kali disampaikan dengan tutur kata yang tidak menghargai nilai-nilai kesantunan sebagai ciri masyarakat beragama dan berbudaya.

Karena itu, ujarnya, Ormas Pemuda Pancasila memandang, sudah saatnya perlu membangun kesadaran untuk kembali menjadikan demokrasi sebagai ajang untuk mencari solusi, bukan ajang adu ilmu, dan bukan pula ajang adu kuat.

“Kembalilah kepada jati diri Indonesia dengan melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen. Sekali Layar Terkembang, Surut Kita Berpantang, Pancasila Abadi!” pungkasnya.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close