BIMATA.ID, Jakarta- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meresmikan Konferensi 500 Ribu Eksportir Baru dengan tema Memacu Ekspor UMKM yang digagas Sekolah Ekspor. Acara ini diharapkan mampu mendorong pelaku UMKM untuk menjadi eksportir, serta memacu ekspor melalui marketplace.
“Saya ingin memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Sekolah Ekspor yang saat ini terus berinisiatif untuk terus memacu ekspor UMKM. Saya kira ini sangat penting bagaimana UMKM bisa menjadi eksportir serta memacu ekspor melalui marketplace,” ujar Teten dalam Konferensi 500 Ribu Eksportir Baru secara virtual, Senin, 19 April 2021.
Teten mengungkapkan bahwa dalam memberikan pendampingan kepada UMKM potensial ekspor, pihaknya bersama Sekolah Ekspor menyusun kurikulum dan modul pelatihan. Termasuk memberikan seri pelatihan bagi para pelaku UMKM ekspor yang telah dilaksanakan secara perdana sebanyak tiga kelas luring (offline) di Bandung.
Kementerian Koperasi dan UKM juga melakukan pelatihan dan pendampingan UMKM ekspor. Langkah tersebut dilakukan bekerja sama dengan Asosiasi Profesi Ekspor Impor Seluruh Indonesia (Indo-Eximpro) dan Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (Asephi).
“Saya berharap melalui serial Konferensi 500 Ribu Eksportir Baru dengan tema Memacu Ekspor UMKM dapat efektif merajut ekosistem pengembangan ekspor UMKM Indonesia. Kita perlu terus menerus bahu membahu untuk meningkatkan daya saing UMKM berorientasi ekspor,” tegas dia.
Di samping itu, Teten juga meminta Sekolah Ekspor untuk aktif memberi masukan dalam penyusunan Roadmap Pengembangan 500 Ribu Eksportir agar sukses dan inovatif. “Roadmap ini harus segera dilaksanakan supaya kolaborasi kita menjadi lebih targeted,” ucap Teten.
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong para pelaku UMKM untuk berani melakukan ekspor, setidaknya melalui platform digital dan lokapasar (marketplace). Hal ini penting mengingat kontribusi UMKM terhadap ekspor masih rendah, yakni hanya sebesar 14,37 persen.
“Kontribusi ekspor dari para pelaku UMKM kita masih relatif rendah yaitu 14,37 persen. Ini masih tertinggal kalau dibandingkan dengan negara-negara APEC yang sudah mencapai 35 persen,” urai dia.
Teten menjelaskan bahwa sebanyak 86 persen eksportir adalah pelaku dengan skala usaha besar. Sementara pelaku UMKM masih kesulitan menembus pasar ekspor karena minimnya pengetahuan tentang pasar luar negeri, kualitas produk, kapasitas produksi, biaya sertifikasi yang tidak murah, hingga kendala logistik.
“Saya kira problem-problem ini sudah lama kita ketahui, tapi kita perlu bergerak mencari solusi terhadap masalah ini. Kolaborasi saya kira bisa mencari solusi dengan cepat terhadap masalah-masalah ini,” pungkas Teten.
(Bagus)