HeadlineNasional

Pakar UI Sebut 50 Persen Penyakit Dipengaruhi Polusi Udara

BIMATA.ID, Jakarta- Menjaga kualitas udara tetap baik menjadi tugas semua elemen masyarakat, pasalnya kualitas udara di suatu daerah merupakan salah satu indikator kesehatan lingkungan yang ada di kawasan tersebut.

Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Budi Haryanto mengungkapkan polusi udara merupakan salah satu penyumbang penyakit terbesar di dunia dengan proporsi lebih dari 50 persen penyakit diakibatkan oleh polusi udara kota-kota besar di seluruh dunia.

“Proporsi penyakit yang terbanyak itu disebabkan oleh pencemaran udara. Kalau penyakit-penyakit yang disebabkan oleh makanan, minuman itu sekitar 15 persenan tapi kalau di pencemaran udara itu lebih dari 50 persen,” ujar Budi Haryanto kepada Komunitas Bicara Udara melalui video di laman Instagram @bicaraudara, Jakarta, Minggu (18/04/2021) berdasarkan siaran persnya yang dikutip dari Suara.com.

Ia menambahkan, manusia tidak bisa memilih udara yang akan dihirup dan semua hal yang berefek terhadap kesehatan melalui udara masuk ke dalam tubuh.

“Kalau kualitas udara itu tidak dibenahi, tidak dibersihkan maka semuanya akan masuk ke tubuh dan sudah jelas berbagai macam senyawa kimia, berbagai macam pencemaran udara yang lain, polutan masuk kedalam tubuh dan berefek kepada kesehatan,” ungkapnya.

Budi juga telah melakukan penelitian sejak 2013 hingga 2017 dengan melakukan modeling prediksi yang menunjukan bahwa hingga 2050 tingkat polusi udara akan terus meningkat.

Dengan melihat data yang mengkhawatirkan tersebut dan terus meningkatnya sumber polusi udara seperti pertumbuhan kendaraan bermotor, dapat dipastikan jika tidak dikendalikan maka pada 2030 saja polusi udara akan meningkat hingga 60 persen dari kondisi saat ini.

“Hingga tahun 2050 itu kalau kita tidak melakukan sesuatu yang revolusioner untuk mengendalikan pencemaran udara, maka semua parameter pencemar udara itu trennya akan naik terus. Tahun 2030 itu bisa 50-60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan sekarang,” terangnya.

Maka dari itu, kata dia untuk melihat kualitas udara, pemerintah harus memperbanyak alat pendeteksi udara. Menurutnya untuk saat ini tidak perlu lagi berpikir tentang harga alat yang semakin modern semakin terjangkau.

“Karena sebenarnya teknologi semakin modern seperti sekarang ini, alat2 itu semakin canggih dan tidak lagi mahal, kalau dulunya kita beli sampai miliaran satu alat monitoring station dan hanya punya 5 Jakarta, Bandung 5, Surabaya 5, sekarang gak perlu harus semahal itu lagi,” pungkasnya.

Tags

Related Articles

Bimata
Close