BeritaEkonomiInternasionalNasionalPertanian

Indonesia Akan Ekspor 10 Ribu Ton Cangkang Sawit ke Jepang

BIMATA.ID, Jakarta- Kebutuhan biomassa di Jepang tercatat terus meningkat untuk pembangkit listrik, sementara Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama di dunia, yang setiap tahunnya menghasilkan biomasa sawit cukup besar. Sebab itu kedua negara melakukan pertemuan bisnis (business matching). Diungkapkan Presiden Direktur Jetro Jakarta Keishi Suzuki, kegiatan business matching ini merupakan kegiatan kedua yang diselenggarakan bersama antara Kemendag dengan Jetro Jakarta.

Sebelumnya Business matching pertama dilakukan selama dua hari, yaitu pada 13 dan 16 November 2020 lalu. Pada pelaksanaan business matching pertama tersebut, terjadi kontrak dagang oleh PT Prima Khatulistiwa Sinergi yang menerima pemesanan pertama dari Jepang. Rencananya, pada bulan Mei mendatang, PT Prima Khatulistiwa Sinergi akan mengirimkan 10.000 ton cangkang sawit. Di masa mendatang, pemesanan diperkirakan dapat bertambah menjadi 150.000 ton per tahun.

Guna mendukung perdagangan biomasa kedua Negara, pada Rabu lalu, Kementerian Perdagangan menyelenggarakan business matching (penjajakan kesepakatan dagang) virtual dengan Japan External Trade Oranization (JETRO). Tujuannya, untuk mendukung pengembangan energi alternatif berbasis sumber energi terbarukan. Business matching ini memfasilitasi pertemuan antara dua pelaku usaha penyuplai tenaga biomass di Jepang dengan enam pengusaha cangkang sawit Indonesia.

Diungkapkan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kasan, biomassa dianggap sebagai sumber energi terbarukan yang menawarkan peluang potensial untuk berkontribusi pada pasokan energi global. Hal ini karena banyaknya industri yang mulai beralih dari batubara ke cangkang sawit yang sebelumnya merupakan limbah industri sebagai bahan bakar.

“Memacu ekspor biomassa ke Jepang merupakan salah satu cara Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada. Indonesia akan menjadikan cangkang sawit sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia, sedangkan di pasar dalam negeri hanya mampu menyerap sekitar 25—30 persen sisanya menjadi limbah,” kata Kasan.

Sementara Direktur Pengembangan Kerja Sama Ekspor Marolop Nainggolan mengungkapkan, pemerintah Jepang tengah membangun 90 pembangkit listrik tenaga biomassa di Jepang. Namun, masalah utama yang dihadapi yaitu dibutuhkannya pasokan bahan bakar yang stabil dalam jangka waktu lama. Produk turunan dari kayu seperti cangkang sawit (palm kernel shell), tangkai kelapa sawit (palm husk), dan kayu pelet (woodpellet) berpotensi sebagai bahan bakar yang baik dalam industri biomass. Jepang menargetkan peningkatan energi terbarukannya sekitar 22—24 persen tahun 2030.

Di samping peluang yang begitu besar, lanjut Marolop, harga yang diberikan pelaku usaha Indonesia masih kurang kompetitif akibat besarnya pungutan ekspor yang fluktuatif. Hal ini mengakibatkan eksportir cangkang sawit kesulitan menandatangani kontrak penjualan yang umumnya dilakukan dalam jangka panjang.

“Untuk itu, Pemerintah Indonesia berkomitmen mencari solusi dalam menjadikan sektor cangkang sawit sebagai komoditas siap ekspor dan berdaya saing dengan menghapus pungutan ekspor sebagai salah satu alternatif solusi,” tutup Marolop.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang sudah diolah Kemendag, total perdagangan Indonesia dan Jepang di tahun 2020 tercatat sebesar US$ 2,32 miliar. Dari nilai tersebut, ekspor Indonesia ke Jepang tercatat sebesar US$ 1,22 miliar dan impor Indonesia dari Jepang sebesar US$ 1,09 miliar.

 

(Bagus)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close