BIMATA.ID, Jakarta- Program pemerintah yang mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar, yang selanjutnya menghasilkan produk Biosolar B30. Indonesia menjadi negara terbesar produksinya di dunia, dengan jumlah 137 ribu barel per hari, dibandingkan dengan Amerika Serikat 112 ribu barel per hari, Brasil 99 ribu barel per hari dan Jerman 62 ribu barel per hari.
“Sumber dan akses pembiayaan global semakin sulit buat fosil karena mengutamakan energy baru terbarukan (EBT). Perjuangan memanfaatkan EBT untuk ekonomi yang berkelanjutan pusat dan daerah butuh kerja sama dan dukungan stakeholder. Sinergi akan mempercepat transisi dari energi baru terbarukan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Ditegaskan Menko Airlangga, Indonesia berkomitmen mengurangi 29% gas emisi rumah kaca dari business as usual dan 1% dari business as usual dari bantuan internasional pada 2030. Kesepakatan ini sudah diratifikasi dengan UU no 16/2016 tentang pengesahan Paris Agreement.
“Kontribusi sektor energi dibutuhkan untuk mengurangi emisi rumah kaca dan perkembangan pembangunan berkelanjutan, konservasi energi akan signifikan pada penurunan gas rumah kaca dan akses energi bersih,” jelas Airlangga.
Lebih rinci dia menjelaskan pemanfaatan energi bersih dalam bauran energi primer minimal khususnya EBT (energy baru terbarukan) ditargetkan 23%, sementara tenaga gas 22%, dan konservasi energi sebesar 11% di 2026.
“Indonesia memiliki sumber energi yang banyak (dalam bentuk) air, surya, bio energi, angin, arus laut, geothermal tapi pemanfaatannya belum optimal,” jelasnya.
Sampai 2020, tutur Airlangga, listrik berbasis EBT mencapai 10,5 Giga watt dengan kapasitas dari tenaga air 6,1 GW dan sisanya angin. Dari sisi bauran energi primer realisiasi 11,2% meski masih jauh dari 23% sudah meningkat 2,05% dari 2019.
“Saat ini EBT bukan cuma masalah lingkungan tapi juga ekonomi. Biaya teknologi EBT semakin murah dan membuatnya semakin kompetitif dan meningkatnya pasar global yang mensyaratkan sumber listriknya dari hasil sebuah produk, dan sumber energi fosil jadi tidak menjanjikan dibandingkan EBT dan akan berdampak pada ekspor industri,” jelas Airlangga.
(Bagus)