BIMATA.ID, Jakarta- Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan menolak keputusan pemerintah yang merencanakan impor garam sebanyak 3,07 juta ton selama 2021. Peningkatan impor dinilai sebagai cerminan keberpihakan minim pemerintah dalam mengembangkan komoditas garam rakyat.
“Sejujurnya, saya sangat prihatin atas keputusan impor garam yang terus meningkat setiap tahun yang telah meresahkan petani garam kita,” ujar Johan.
Mengutip data Kemenko Marves, ia menyebutkan total kebutuhan garam pada 2021 berjumlah 4,67 juta ton, sedangkan produksi diperkirakan mencapai 2,1 juta ton. Semestinya, hanya ada selisih 2,57 juta ton garam yang perlukan lewat impor.
Namun, pemerintah mengalokasikan jumlah impor garam sebesar 3,07 juta ton sehingga 20% lebih banyak dari selisih produksi dikurangi kebutuhan. Kondisi ini akan mengakibatkan garam impor tidak hanya digunakan untuk kebutuhan industri, namun akan bercampur untuk garam konsumsi juga.
“Hal ini disebabkan volume impor garam terlampau tinggi dan pemerintah semakin tidak mampu mengatasi anjloknya harga garam lokal karena kelebihan volume impor garam sehingga petani garam kita semakin sengsara,” urainya.
Politisi PKS itu menilai, rencana impor yang naik 13,88% dari tahun lalu merupakan indikator ketidakberdayaan pemerintah dalam mengembangkan garam rakyat untuk memasok kebutuhan nasional.
Kemampuan pemerintah yang lemah dalam menciptakan tata kelola produksi garam rakyat yang baik di sisi kualitas dan kuantitas, menyebabkan tren impor garam selalu meningkat setiap tahun. Begitu pun sengkarut dalam tata niaga garam di dalam negeri. Pada kondisi sekarang pemerintah seharusnya bersikap tegas untuk menghentikan impor garam dan segera memperbaiki strategi pengelolaan garam di Tanah Air.
“Diantaranya melalui perluasan lahan tambak garam rakyat dan penerapan teknologi untuk meningkatkan kualitas garam untuk kebutuhan industri maupun konsumsi,” katanya.
Johan mendorong pemerintah berupaya keras meningkatkan produksi garam dalam negeri. Ia menegaskan, jika saat ini permintaan kebutuhan dalam negeri lebih banyak untuk kebutuhan industri, maka seharusnya produksi garam lokal diupayakan memenuhi segmen tersebut.
“Agar garam Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagai negara maritim, kita tidak boleh selamanya bergantung kepada impor,” ungkapnya.
(Bagus)