BIMATA.ID, Jakarta- Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin menyebut, lantaran tidak adanya persetujuan dari Pemerintah akan pembahasan revisi dari undang-undang pemilu
Zulfikar menjelaskan dalam pembentukan undang-undang (UU) diperlukan dua unsur yaitu Pemerintah dan DPR itu sendiri. Jika salah satunya tidak menyetujui maka tidak dapat berlangsung proses revisi yang diajukan.
“Pembentuk UU ada dua DPR lalu pemerintah ketika salah satu dari pembentuk undang-undang itu tidak bersetuju untuk melanjutkan proses revisi ini tentu kita berpikir. Karena salah satu nggak setuju nggak mungkin DPR salah satu pihak pembentuk ngotot,” jelas Zulfikar.
Namun, Zulfikar mengakui bahwa adanya rencana revisi memang menjadi inisiatif dari DPR terutama Komisi II. Lebih lanjut, Ia menyampaikan keputusan Pemerintah yang tak ingin melanjutkan revisi UU Pemilu lantaran, Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, belum dilaksanakan. Pihaknya menghormati apa yang sudah menjadi sikap dari Pemerintah mengenai batalnya revisi UU Pemilu. Hanya saja Zulfikar mengatakan, perlu adanya penjelasan yang memperdalam dari Pemerintah.
“Satu sisi masuk akal, tapi menurut saya harus diperdalam penjelasan. Karena banyak hal perlu diperbaiki pemilu itu tahapan yaitu harus dilakukan melalui perubahan undang-undang tidak bisa hanya pernomaan melalui peraturan KPU atau Bawaslu, ini pemerintah bisa ngga menjelaskan ini kecuali ada kesehapahaman di antara kita bahwa nanti PKPU itu bisa melampaui pernomaan dalam undang-undang demi perbaikan kualitas pemilu,” ungkapnya.
Namun kembali Zulfikar menegaskan bahwa, pembentukan UU tak dapat dilakukan oleh pihaknya sendiri.
“Bukan posisi DPR tawar [atau] lemah tapi kalau pemerintah nggak mau bales terus gimana?,” kata Zulfikar.
Saat ini yang perlu dipikirkan ialah, jika Pemilu serentak pada 2024 tetap berjalan, maka persiapan harus dapat dilakukan sedini mungkin. Mengingat belajar dari kejadian Pemilu serentak pada 2019 lalu yang menimbulkan duka atas meninggalnya beberapa petugas KPPS tak terulang kembali.
“Sekarang kita berpikir bagaimana dengan waktu yang ada ini kita betul-betul menyiapkan 2024 Pemilu dan Pilkada makin baik dan berkualitas. Apakah persiapan 20 bulan dan 12 bulan bisa jadi percepat. Maksud saya sudah bisa dimulai mungkin Senin depan kita bicara soal itu minta agar penyelenggara pemerintah membuat paparan simulasi tahapan yang akan menuju lebih baik,” jelasnya.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menjelaskan, semua pihak diharapkan dapat menghormati UU mengenai Pemilu tahun 2017 dan UU mengenai Pilkada tahun 2016 yang belum dijalankan.
“Kita juga dulu meyakinkan rakyat juga waktu kita buat UU tahun 2016 kalau diubah lagi, rakayat bertanya pasti, dulu argumen 2016 itu bagaimana,” kata Bahtiar.
Kemudian terdapat kondisi obyektif di mana saat ini masih terjadi pandemi Covid-19. Dimana Bahtiar menjelaskan dengan kondisi saat ini, ekonomi negara masih belum membaik. Dan dinilai baiknya anggaran saat ini dapat difokuskan untuk penanganan pandemi.
“Alhamdulillah sudah mulai ada vaksin. Mudah-mudahan satu dua tahun ini bisa diselesaikan dan kondisi ekonomi kita bisa lebih baik, di 2023 ada uang untuk cukup kita selenggarakan pemilu serentak di 2024,” ujarnya.
(Bagus)