BIMATA.ID, Jakarta- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto membeberkan alasan partainya menolak kebijakan impor beras yang disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Hasto menilai sikap memaksakan impor beras itu bertentangan dengan politik pangan Presiden Joko Widodo. Dia pun mengingatkan menteri semestinya tidak menjadi beban presiden.
“Memaksakan impor beras secara sepihak tidak hanya bertentangan dengan politik pangan Presiden Jokowi, namun mencoreng muka Presiden Jokowi yang belum lama ini mengampanyekan gerakan cinta produksi dalam negeri,” kata Hasto.
Hasto mengatakan sikap PDIP menolak impor ini bukan tanpa alasan. Dia berujar, sejak satu tahun lalu PDI Perjuangan lewat kader di struktur partai, eksekutif, dan legislatif telah mempelopori gerakan menanam tanaman pendamping beras. Tanaman itu mencakup sagu, ketela, umbi-umbian, jagung, pisang, talas, porang, sukun, dan lainnya.
“Nusantara begitu kaya dengan aneka rupa makanan, kekayaan hortikultura, yang seharusnya membuat Menteri Perdagangan percaya bahwa impor beras tidak perlu dilakukan,” ujar Hasto.
Hasto mengatakan, keputusan Menteri Perdagangan bukan cuma melupakan basis politik Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan dari petani. Di samping itu, dia menilai kebijakan itu tak tepat mengingat perekonomian nasional sedang tertekan akibat pandemi Covid-19.
Hasto menyebut Menteri Perdagangan hanya menghambur-hamburkan devisa negara untuk satu produksi pangan yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri.
“Dalam situasi kontraksi ekonomi seperti saat ini penting untuk hemat devisa negara,” ucapnya.
Selain mendorong diversifikasi pangan, Hasto berujar PDIP juga mengajak seluruh simpatisan, anggota, dan kader partai untuk meningkatkan kedaulatan pangan nasional secara swadaya masyarakat. Menurut dia, kader partai diberi tugas untuk memberi teladan dan mengajak masyarakat luas secara sadar mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi beras.
Tujuannya yakni menggantikan konsumsi beras dengan makanan lain hingga 5 persen. Hasto mengatakan, meski tampak sepele, target itu akan mengurangi kebutuhan nasional setara dengan 1,5 juta ton. Dia menyebut Indonesia bakal memiliki peluang menjadi eksportir beras jika hal itu tercapai.
“Cara ini jauh lebih terhormat dan akan mampu meningkatkan martabat bangsa. Terkadang kita dijajah oleh cara berpikir yang terlalu pragmatis sehingga melanggengkan ketergantungan terhadap impor,” kata Hasto. Dia mengimbuhkan, perlu cara berpikir baru dan langkah strategis yang konsisten demi membalik keadaan dari importir menjadi eksportir beras.
Sebelumnya, Hasto juga meminta Menteri Perdagangan tak bertindak pragmatis. Dia mewanti-wanti ada banyak pihak yang hendak memburu keuntungan dari kebijakan impo tersebut.
“Saya tahu di belakang impor itu banyak pemburu rente,” kata Hasto seusai acara menanam pohon di kawasan Jakarta Selatan pada Ahad lalu, 21 Maret 2021.
Pemerintah berencana mengimpor 1-1,5 juta ton beras dengan alasan menjaga ketersediaan beras dalam negeri. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, langkah ini diambil terutama setelah ada program bantuan sosial beras PPKM, antisipasi dampak banjir, dan pandemi Covid-19.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pun pasang badan terkait kebijakan ini. Lutfi mengaku siap mundur dari jabatannya jika kebijakan itu salah. Mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat ini berujar, keputusan impor tersebut diambil melalui perhitungan matang meski tak populer.
“Kalau memang saya salah, saya siap berhenti, tidak ada masalah, tapi tugas saya memikirkan yang tidak dipikirkan oleh Bapak dan Ibu,” tutup Lutfi.
(Bagus)